Translate

Selasa, 13 April 2021

Klithih dalam Sosiologi Kriminal

Tindak Kejahatan Klithih dalam Perspektif Teori Kejahatan secara Sosiologis

 

oleh: Alvin Sandyka Bramasta

 
Fenomena Klitih di Yogyakarta - Omah Publik

Ilustrasi contoh tindak kejahatan

Sumber: https://omahpublik.id/files/uploads/2021/02/klitih-jogja-01.jpg

 

Tindak Kejahatan

    Kejahatan dan kriminalitas merupakan suatu hal yang dapat kita temui di dalam masyarakat, yang dapat kita lihat secara langsung maupun tidak langsung melalui media massa. Tindak kejahatan dapat menimbulkan korban luka, korban jiwa, maupun kehilangan harta benda. Tindak kejahatan maupun kriminalitas juga dapat kita lihat dalam perspektif sosiologis, melalui kajian sosiologi kriminal. Sosiologi kriminal adalah ilmu yang mengkaji tentang kejahatan dari sisi sosiologis. Seperti yang kita ketahui, lingkungan juga dapat berkontribusi dalam perilaku kejahatan. Oleh karena itu, pada artikel kali ini kita akan membahas mengenai sebuah tindak kejahatan yang mana hal tersebut berkaitan dengan pelaku kejahatan dimana kita juga akan mengaitkan tindak kejahatan tersebut dengan teori-teori kejahatan dalam perspektif sosiologis.

Klihtih sebagai Tindakan Kejahatan Kelompok

    Contoh tindak kejahatan yang akan saya bahas kali ini merupakan tindak kejahatan yang pernah dilakukan oleh lingkungan sekitar saya dahulu di saat saya masih di SMA, yang mana teman-teman saya dari sekolah yang sama kerap melakukan klithih (menargetkan siswa sekolah lain untuk dikasari dengan cara dipukul, diancam senjata tajam, dll pada saat di jalan untuk tujuan tertentu) dan juga beberapa kali terlibat aksi tawuran antar geng sekolah. Klithih dan tawuran ini merupakan tindak kejahatan yang menyimpang dan sering dianggap sebagai bagian dari kenakalan remaja. Pada konteks kenakalan remaja, lahir dikarenakan adanya gejolak-gejolak sosial di masyarakat. Adanya nilai-nilai dan perbedaan dalam kehidupan yang tidak sesuai dengan cara-cara yang dilakukan oleh para remaja yang delinkuen. Pada umumnya, remaja yang delinkuen melakukan hal-hal yang menyalahi norma-norma sosial di masyarakat. Menurut Soerjono Soekanto, persoalan atau masalah yang lahir di masyarakat dibedakan menjadi dua hal, yakni problem-problem di masyarakat itu sendiri (scientific of social problems) dengan problem-problem sosial (ameliorative or social problems). Hal yang utama menyangkut analisa tentang macam-macam gejala abnormal dalam masyarakat dengan maksud untuk memperbaikinya atau bahkan menghilangkannya. 

Klithih sendiri sebenarnya sebuah kosa kata yang berasal dari Bahasa Jawa yang ada di Yogyakarta, yang mana mempunyai pengertian yaitu suatu kegiatan yang dilakukan seseorang yang keluar rumah tanpa tujuan(tempat maupun niat tertentu), dan hanya untuk sekedar mencari angin di luar rumah. Dalam Bahasa Indonesia hal ini lebih familiar disebut dengan “Keluyuran”. Hal ini kemudian berkembang dalam dunia kenakalan remaja di Yogyakarta, pemaknaan klithih kemudian dimaknai sebagai aksi kekerasan menggunakan senjata tajam atau tindak-tanduk kriminal anak di bawah umur di luar kelaziman. Dalam istilah lain, klithih diidentifikasikan sebagai aktivitas berkeliling kota menggunakan kendaraan yang dilakukan oleh oknum remaja. Aksi ini lebih cenderung bermakna konotatif, karena aksi yang dilakukan oleh oknum remaja yang nglithih biasanya tak lepas dari vandalisme dan kekerasan yang dapat memancing keresahan publik di Yogyakarta. Menurut Kapolda DIY, Brigjend Pol Ahmad Dofiri M.Si. , klithih mempunyai unsur-unsur yang sama yaitu pelakunya pelajar, korbannya pelajar, dan menggunakan sepeda motor. Geng sekolah tersebut berasal dari sebuah SMA yang terletak di Kabupaten Sleman bagian utara. Mereka melakukan tindak kejahatan tersebut karena tergabung dalam geng sekolah yang mana hal tersebut ilegal (bagi sekolah) karena dapat mencoreng nama sekolah. Di kelas saya sendiri terdapat 4 orang yang tergabung dalam geng sekolah tersebut.

    Geng sekolah ini terbentuk sudah dari lama dan anggotanya itu direkrut turun temurun antar generasi atau tiap angkatan pasti ada yang merekrut dan yang direkrut. Saya pernah bertanya pada teman kelas saya yang tergabung dalam geng tersebut bahwa motivasi ia bergabung dan rela melakukan tindakan klithih dan tawuran itu karena ingin mencari jati diri dan meningkatkan eksistensi geng sekolahnya. Kemudian ia mengatakan bahwa jika aksi klithih yang dilakukan oleh geng-geng SMA itu dilakukan tiap mereka pulang sekolah atau di waktu siang sampai sore hari, namun untuk malam hari mereka tidak melakukan karena malah biasanya jika klithih dilakukan malam hari justru pelakunya itu dari kalangan umum maupun orang yang terpengaruh miras maupun narkoba. Untuk penyebab mengapa tindak kejahatan klithih dan tawuran antar geng sekolah ini dilakukan umumnya disebabkan oleh geng-geng sekolah tersebut, terutama di SMA yang berawal karena ada perselisihan antar geng tersebut, kemudian lanjut ke tawuran, vandal, dan juga klithih.

Tentu tindak kejahatan tersebut dapat merugikan korban maupun siswa SMA yang di sekolahnya terdapat geng-geng seperti itu. Dikarenakan siswa dapat terancam keselamatannya ketika mereka di jalan terutama pada waktu pulang sekolah. Walaupun hal tersebut menyangkut antar geng sekolah, namun dampaknya dapat menjalar ke siswa-siswa SMA yang bersangkutan. Tentu sudah terdapat beberapa upaya yang dilakukan oleh pihak sekolah dengan memanggil siswa-siswa terkait yang bergabung dalam geng, kemudian memberi sanksi berupa skors, dll dan juga ada upaya juga dari kepolisian berupa pengamanan di saat pulang sekolah, patroli, membubarkan tempat atau markas geng sekolah yang berada di luar sekolah, dll.

 

FENOMENA KLITIH DAN KRISIS MORAL DI BANTUL – Suarapemudajogja.com

Ilustrasi Klithih

https://suarapemudajogja.com/wp-content/uploads/2018/03/FENOMENA-KLITIH-DAN-KRISIS-MORAL-1024x528.jpg    


Klithih dalam Perspektif Teori Kejahatan secara Sosiologis   

Berdasarkan tindakan kejahatan berupa klithih maupun tawuran antar geng sekolah di atas, saya akan menghubungkannya dengan teori-teori kejahatan yang ada dalam perspektif sosiologis.

1. Differential Association Theory

Teori Differential Association ini dikemukakan oleh Edwin H. Sutherland yang mana menurutnya bahwa orang belajar melakukan kejahatan sebagai akibat hubungan dengan nilai dan sikap anti sosial serta pola-pola tingkah laku. Perilaku kriminal dipelajari dalam interaksi dengan orang lain melalui proses komunikasi. Jika dikaitkan dengan tindak kejahatan klithih maupun tawuran di atas yakni bahwa anggota geng pasti diajarkan beberapa cara dalam melakukan tindak kejahatan klithih maupun tawuran tersebut oleh senior-senior mereka. Mereka mempelajarinya karena terdapat proses komunikasi dalam interaksi sosial antara misalnya antar anggota geng yang sama, senior dengan junior dalam geng tersebut, dll. Tindakan yang diajarkan tersebut tentunya bersifat negatif karena nantinya mereka berpotensi untuk melanggar aturan, nilai, dan norma dalam lingkungan masyarakat secara umum.

2. Teori Kontrol Sosial (Social Control Theory)

Teori kedua yang dapat dikaitkan dengan adanya tindak kejahatan di atas yaitu teori kontrol sosial, dimana dalam teori ini melihat bahwa penyimpangan merupakan hasil kekosongan kontrol/pengendalian sosial. Motivasi melakukan kejahatan adalah bagian dari manusia, oleh karena itu bisa jadi para pelaku maupun calon pelaku ini mencoba menemukan jawaban mengapa orang tidak melakukan kejahatan. Dalam teori kontrol sosial ini juga lebih mengkaji kemampuan dari lembaga sosial bersangkutan untuk dapat membuat aturan yg lebih efektif baik dalam mengontrol, mencegah, maupun menyelesaikan permasalahan dan tindak kejahatan.

    Adanya tindak kejahatan klithih maupun tawuran yang dilakukan oleh geng SMA merupakan sebuah hasil dari hilangnya atau kurangnya kontrol pengendalian sosial dari beberapa pihak terkait (sekolah dan kepolisian) terhadap mereka-mereka ini sehingga mereka dapat melakukan tindakannya secara lancar. Oleh karena itu jika dikaji dalam teori kontrol sosial ini pihak-pihak yang berkaitan yakni pihak sekolah, kepolisian, dan mungkin juga pihak pemerintah sebagai pembuat aturan dan undang-undang sebagai lembaga sosial yang berkaitan harus lebih dapat mengontrol dalam mencegah maupun menyelesaikan tindak kejahatan ini dengan beberapa upaya yang dapat ditempuh atau dilakukan.

    Adapun tipe-tipe dalam kontrol sosial ini. Berikut ini merupakan tipe-tipe kontrol sosial beserta kaitannya dengan tindak kejahatan geng sekolah berupa klithih dan tawuran pelajar:

a. Keterikatan : hubungan sosial yang lemah membuat orang bebas terlibat dalam penyimpangan. Keterikatan merupakan hal yang sangat penting dalam membangun sebuah hubungan dan interaksi yang mana tujuannya juga dapat mencegah seseorang untuk melakukan penyimpangan. Para anggota geng sekolah ini sangat berkemungkinan jika mereka kurang memiliki keterikatan terhadap orang tuanya, guru di sekolah, maupun juga orang-orang di lingkungan tempat tinggalnya yang kemudian mereka merasa lebih bebas untuk bergaul dengan siapa, yang kemudian dapat berbuat hal-hal negatif seperti penyimpangan melanggar aturan nilai dan norma dalam masyarakat salah satunya dengan melakukan klithih ataupun tawuran yang dilakukan dengan teman atau anggota satu gengnya di sekolah dengan tujuan tertentu.

b. Kesempatan : meminimalisir kesempatan calon pelaku dalam melakukan tindak kejahatan juga merupakan hal yang penting dalam mengontrol tindak kejahatan. Seperti yang telah dilakukan pihak kepolisian dan sekolah, jika dikaitkan dengan tindak kejahatan di atas tadi bahwa pihak kepolisian sudah berupaya meminimalisir kesempatan anggota geng sekolah dalam melakukan tindak kejahatannya dengan berpatroli dan menjaga keamanan di sekitar sekolah di waktu jam pulang sekolah, dll. Kemudian juga pihak sekolah juga sudah berupaya dengan memanggil para anggota geng beserta orang tuanya agar mereka dapat mengontrol anaknya di rumah dengan baik, kemudian juga memberi sanksi tegas berupa skorsing pada pelaku klithih maupun tawuran antar geng sekolah. Hal-hal tersebut dilakukan demi meminimalisir kesempatan dalam mencegah dan menanggulangi mereka dalam melakukan tindak kejahatan atas nama geng sekolah.

c. Keterlibatan : keterlibatan secara aktif maka tidak akan menyimpang. Apabila mereka lebih melibatkan diri mereka terhadap suatu hal misalnya bergabung dalam OSIS, kegiatan ekstrakurikuler tertentu, ikut organisasi tertentu yang bersifat positif akan sangat berkemungkinan mereka akan terbebas dari adanya kegiatan dalam geng sekolah tersebut. Harusnya mereka lebih menyibukkan diri untuk berkegiatan dalam grup atau organisasi lain yang lebih bersifat positif dan tidak merugikan orang lain.

d. Keyakinan: keyakinan yang kuat terhadap moralitas cenderung tidak menyimpang, yang jika dikaitkan dengan permasalahan di atas yakni harusnya kita memiliki atau memperdalam keyakinan maupun ilmu kita yang berkaitan dengan moralitas seperti lebih memperdalam dan mengimplementasikan ajaran-ajaran maupun nilai dalam agama, hukum, sosial, dll yang dapat membuat kita lebih dapat mengontrol diri kita dalam bertindak atau berperilaku.

 

Sumber referensi:
Anjani, Azka. 2017. Fenomena Klitih dalam Perspektif Perubahan Sosial Selo Soemardjan https://www.academia.edu/35626176/Fenomena_Klitih_dalam_Perspektif_Perubahan_Sosial_Selo_Soemardjan , diakses pada 13 April 2021 pukul 10.05 WIB


Pamungkas, Zulfikar.2018. FENOMENA KLITHIH SEBAGAI BENTUK KENAKALAN REMAJA DALAM PERSPEKTIF BUDAYA HUKUM DI KOTA YOGYAKARTA. https://dspace.uii.ac.id/bitstream/handle/123456789/11387/ZULFIKAR%20PAMUNGKAS%2010410761.pdf , diakses pada 13 April 2021 pukul 10.36 WIB


http://scholar.unand.ac.id/28819/2/BAB%20I%20rvs.pdf1.pdf diakses pada 13 April 2021 pukul 11.03 WIB

Senin, 08 Juni 2020

KONDISI MASYARAKAT INDONESIA TERKAIT KESADARAN HUKUM DAN BERLALU LINTAS

Latar Belakang
            Indonesia merupakan sebuah negara yang di dalam kehidupan masyarakatnya terdapat hukum. Dengan adanya hukum yang telah dibentuk dan berlaku dalam kehidupan masyarakat, harusnya hukum tersebut dapat dilihat sebagai salah satu aspek yang sangat penting yang mana keberadaannya memiliki tujuan dalam mewujudkan dan terbentuknya sebuah kondisi dimana masyarakat yang nyaman dan berkeadilan. Namun terkadang dengan keberadaan hukum di dalam masyarakat suatu negara, terdapat beberapa oknum atau orang yang tidak sadar dan tidak patuh akan adanya keberadaan hukum tersebut. Sehingga perilaku oknum atau orang-orang tersebut dapat dikatakan tidak mengindahkan keberadaan hukum sebagai sarana sebagaimana yang dimaksud di atas dan juga tidak ikut mendukung menciptakan masyarakat yang teratur. Adanya oknum maupun orang-orang yang tidak mengindahkan hukum tersebut, dapat menciptakan ketidakteraturan dalam kehidupan masyarakat. Hukum tersebut tidak dipatuhi, dilanggar, dicurangi, diakali, dan bahkan terdapat juga yang dimanipulasi fungsinya oleh orang-orang yang memiliki kepentingan, ataupun orang yang masih tidak sadar dan menganggap tidak pentingnya sebuah hukum yang ada di masyarakat. Orang-orang ataupun oknum yang melanggar maupun yang tidak mematuhi hukum tersebut dapat disebut sebagai orang-orang yang tidak sadar dan tidak patuh hukum dalam kajian sosiologi hukum.
            Di Indonesia sendiri, negaranya memiliki sistem hukum yang berlaku di berbagai bidang kehidupan masyarakatnya. Sistem hukum Indonesia merupakan sebuah perpaduan yang tercipta dari hukum agama, hukum adat, dan hukum negara eropa terutama Belanda yang notabene dulunya merupakan penjajah bangsa Indonesia dengan waktu yang lama, keberadaannya ternyata turut mempengaruhi hukum yang berlaku di Indonesia hingga saat ini.  Walaupun terdapat sistem hukum yang berlaku di berbagai bidang kehidupan masyarakat pada saat ini, namun dapat kita lihat sehari-harinya baik di media cetak, media sosial, internet, maupun secara langsung bahwa masih terdapat banyak sekali orang-orang yang tidak sadar akan hukum, yang menyebabkan akhirnya keberadaan hukum tersebut diabaikan dan dilanggar. Dengan banyaknya penduduk di Indonesia yang tersebar di berbagai daerah, rasanya semakin menambah kesulitan kita maupun pemerintah dan para penegak hukum untuk dapat menyadarkan orang-orang akan pentingnya hukum dalam kehidupan masyarakat. Para penegak hukum di Indonesia maupun kita sebagai warga negara Indonesia pun terkadang juga heran mengapa masih terdapat orang yang tidak sadar akan hukum sehingga mereka dapat melanggarnya. Tentunya fenomena tersebut harus segera dapat kita cegah dan selesaikan agar terciptanya masyarakat yang sadar dan taat akan hukum sehingga kehidupan masyarakat dapat terjaga nyaman, aman, dan tentram.

Kesadaran Hukum
            Kesadaran hukum merupakan suatu kesadaran yang terdapat pada tiap individu manusia mengenai makna hukum itu sendiri atau apa seharusnya hukum itu, suatu jenis tertentu dari hidup kejiwaan kita dimana kita membedakan antara hukum dengan onrecht, yaitu antara yang seharusnya kita lakukan dan tidak boleh dilakukan. Kesadaran hukum yang ada dalam seseorang maupun masyarakat dengan hukum itu sendiri memiliki keterkaitan yang erat sekali. Kesadaran hukum dalam masyarakat merupakan faktor yang penting dalam penemuan hukum. Oleh karena itu, sumber dari segala hukum adalah kesadaran hukum dalam lingkungan masyarakat itu sendiri. Maka dari itu, yang layak untuk disebut hukum ialah yang dapat memenuhi kesadaran hukum di kebanyakan orang, dan undang-undang yang tak sesuai dengan kesadaran hukum kebanyakan orang akan kehilangan kekuatan mengikat.
            Kesadaran hukum memiliki makna bahwa kesadaran mengenai apa yang seharusnya kita lakukan atau yang seharusnya kita tidak lakukan pada orang lain. Ini berarti kesadaran akan kewajiban hukum kita masing-masing terhadap orang lain. Kesadaran mengenai kewajiban hukum tidak hanya berhubungan dengan kewajiban hukum yang berhubungan dengan undang-undang atau peraturan pemerintah yang lainnya saja, namun juga terhadap hukum yang tidak tertulis seperti hukum-hukum adat ataupun yang lain, yang masih berlaku dan terdapat dalam lingkungan masyarakat. Terkadang kesadaran hukum ini sering dilupakan oleh orang-orang demi memenuhi keinginan atau kebutuhan tertentu, sehingga ia rela melanggar hukum yang telah berlaku.

Kesadaran Hukum Masyarakat Indonesia
Negara Indonesia yang dalam hal ini juga memiliki hukum yang berlaku dalam berbagai bidang tentu pasti terdapat tingkatan kesadaran hukum. Kesadaran hukum masyarakat Indonesia sendiri menurut penulis masih tergolong rendah, terbukti dengan amsih banyaknya orang yang dapat kita lihat sehari-harinya baik secara langsung maupun dari media cetak, internet, dll. Di Indonesia, masyarakatnya mempercayakan penegakan hukumnya kepada lembaga hukum atau peradilan yang telah ada, diantaranya yaitu kepolisian, kejaksaan, dan kehakiman. Namun, seringkali terdapat beberapa pelaku pelanggar hukum yang malah ada dalam lembaga atu institusi hukum maupun peradilan di Indonesia. Sehingga tidak hanya secara moral institusi tersebut menjadi sangat diragukan integritasnya, namun institusi maupun lembaga tersebut pun juga terjebak dalam satu kondisi ibarat "maling teriak maling". Tingkatan kesadaran hukum masyarakat Indonesia saat ini dapat kita pandang dari bentuk pelanggaran, pelaksanaan hukum, dan jurnalistik.
A. Bentuk Pelanggaran
Bentuk pelanggaran terjadi di Indonesia ini terdapat banyak sekali, mulai dari tindakan kriminalitas, korupsi, pelanggaran lalu lintas, pelanggaran HAM, tindak anarkis dan terorisme, penyalahgunaan hak maupun wewenang, pelecehan seksual, pemerkosaan dll. Bahkan banyak pelanggaran yang telah lama terjadi di negeri ini, masih banyak yang belum diselesaikan oleh lembaga hukum. Berbagai bentuk pelanggaran yang dapat kita jumpai di masyarakat Indonesia yaitu misalnya pelanggaran di bidang tata tertib berlalu lintas. Pelanggaran yang dilakukan dalam hal lalu lintas ini sering dianggap sebagai suatu hal yang biasa saja dan lumrah, yang akhirnya hal tersebut menjadi suatu kebiasaan dalam masyarakat kita ini. Banyak orang yang melanggar kalau sudah  lengkap memiliki surat-surat yang diperlukan dalam berkendara seolah-olah boleh berbuat apa saja. Hal-hal tersebutlah yang menimbulkan suatu kebiasaan untuk melanggar hukum atau aturan dalam berlalu lintas, dan itu harus kita hindari. Berikut ini ialah contoh data yang penulis temukan mengenai jumlah pelanggaran lalu lintas yang terjadi di Minahasa dalam rentang waktu Januari-September 2017 :

Bisa kita lihat bahwa angka jumlah pelanggaran lalu lintas di Minahasa cukup tinggi dalam kurun waktu tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat kesadaran hukum masyarakat pengguna kendaraan bermotor di Minahasa masih dapat dikatakan rendah. Padahal peraturan lalu lintas yang telah berlaku juga ditujukan untuk dapat menjamin keselamatan diri para pengendara kendaraan lalu lintas dan juga untuk menjamin ketertiban lalu lintas. Namun para pengendara kendaraan bermotor di Minahasa sepertinya masih saja ada beberapa yang belum sadar akan tujuan dan makna dari dibuatnya hukum dan peraturan lalu lintas yang telah berlaku, yang tentunya dipengaruhi beberapa faktor baik dalam diri (internal) pengendara maupun faktor eksternal seperti latar belakang pendidikan, ketegasan penegak hukum, dll.
            Jika kita kaitkan dengan teori fungsional struktural, dimana kebutuhan serta tujuan suatu masyarakat akan dapat terpenuhi jika komponen-komponen dalam masyarakatnya dapat melaksanakan tugas dan perannya masing-masing dengan baik. Mengenai pelanggaran lalu lintas yang terjadi di Minahasa tersebut, tujuan peraturan lalu lintas yang telah diciptakan tidak akan tercapai apabila para pengendaranya sendiri tidak dapat patuh dan tidak sadar akan adanya hukum dan peraturan lalu lintas yang telah berlaku tersebut. Harus terdapat kesadaran dan niat yang sungguh-sungguh diantara berbagai pihak dalam menciptakan ketertiban lalu lintas. Para lembaga atau institusi penegak hukum khususnya kepolisian, masyarakat, para pengendara motor, dan pihak-pihak lainnya harus dapat menjalankan perannya masing-masing dengan baik supaya tujuan dari hukum atau peraturan dapat tercapai dengan baik.

B. Pelaksanaan Hukum
Pelaksanaan hukum yang dilaksanakan di Indonesia ini masih terdapat beberapa orang yang ada dalam lembaga atau institusi penegak hukum yang menjalankan tugasnya dengan kurang baik. Mereka (lembaga penegak hukum) kurang dapat tegas dalam menggalakkan aturan dan hukum di dalam masyarakat. Akhirnya hal itu berdampak pada kepatuhan dan banyaknya pelanggaran yang terjadi dalam kehidupan masyarakat. Ada kecurangan maupun penyalahgunaan kekuasaan yang dapat menyebabkan pelanggaran yang terjadi nantinya dimanipulasi, sehingga seperti tidak ditemukannya pelanggaaran dalam sebuah kasus, yang nantinya dapat menyulitkan atau meniadakan proses penindakan. Selain itu juga dapat kita lihat dari beberapa kasus yang tertunda dan bahkan tidak surut, kurang responsifnya lembaga penegak hukum terhadap berbagai laporan dari masyarakat tentang terjadinya pelanggaran. 
Lembaga atau institusi penegak hukum di Indonesia yaitu antara lain kepolisian (Polri), kejaksaan, badan peradilan, dll.  Kita coba lihat dalam hal pelaksanaan hukum di bidang lalu lintas, kita bisa melihat kebiasaan petugas polisi dalam menindak suatu pelanggaran di jalan. Dalam proses penindakan terhadap pengendara yang dianggap melakukan pelanggaran tersebut, yang ditanyakan oleh petugas polisi tersebut dari awal hingga akhir seringkali hanya sebatas memeriksa surat-surat berkendara. Terkadang sebagian dari petugas polisi tidak mau untuk memberitahu atau membantu menyadarkan pelanggar tersebut akan pentingnya mematuhi aturan dan hukum dalam berlalu lintas. Bahkan jika ditanyai mengenai hukum tentang lalu lintas pun juga terkadang terdapat petugas polisi yang kurang begitu paham, sehingga ini pun menjadi permasalahan dalam hal pelaksanaan hukum yang adil dan netral.

Sumber foto : https://asset.kompas.com/crops/II1tt56iq8Uh9fFYx8OyE_uT8IQ=/0x94:985x750/750x500/data/photo/2018/05/03/1686364211.jpg

Penegakkan hukum dalam hal berlalu lintas dilaksanakan bukan hanya untuk menyalahkan maupun sekedar mencari kesalahan para pengendara, namun juga untuk:
1. Upaya pencegahan supaya tidak terjadi insiden kecelakaan, timbulnya    kemacetan maupun berbagai masalah lalu lintas yang lain.
2. Melindungi pengguna jalan lainnya yang terganggu dengan adanya pelanggaran.
3. Sebagai upaya perwujudan dan pemeliharaan keamanan, keselamatan,     ketertiban, serta kelancaran dalam berlalu lintas.
4. Sebagai upaya peningkatan kualitas keselamatan pengguna jalan, serta menurunkan tingkat fatalitas korban kecelakaan.
5. Terbangunnya budaya dalam tertib berlalu lintas.
6. Agar terdapat kepastian dalam menata keteraturan social dalam masyarakat.
7. Sebagai bagian dari edukasi dalam berlalu lintas.
Para petugas polisi memiliki wewenang dalam menindak pelanggar lalu lintas, namun jika mereka tidak dapat menjelaskan kesalahan yang diperbuat pelanggar ataupun menyertakan maupun menyebutkan pasal dan aturan hukum mana yang dilanggar, maka itu tentu terasa tidak adil juga bagi pelanggar karena mereka juga berhak untuk tahu dimana kesalahan mereka dan juga pasal atau bagian hukum/aturan mana yang telah ia langgar. Penegakkan hukum di bidang lalu lintas dalam hal petugas polisi dalam menyita surat-surat pengemudi ataupun kendaraan merupakan sebagai upaya paksaan, namun hakekat hukumnya bukanlah pada surat surat tersebut saja. Petugas kepolisian juga harusnya dapat lebih informatif dan edukatif dalam menangani atau menindak para pelanggar lalu lintas, karena itu adalah suatu cara yang dapat membantu meminimalisir angka pelanggaran lalu lintas, dan juga dapat meningkatkan kesadaran pelanggar akan adanya hukum berlalu lintas yang berlaku.

C. Jurnalistik
Jika kita memandang dari perpektif jurnalistik, tiap harinya kita tentu membaca maupun memperoleh informasi terkait berbagai peristiwa dan juga berita di media sosial, internet maupun cetak mengenai pelanggaran maupun pelaksanaan hukum. Namun, media-media di Indonesia sering kita temui mengandung unsur sensari ataupun clickbait dalam pemberitaannya, karena dengan menawarkan berita yang mengandung informasi sensasional akan lebih menarik perhatian para pembaca dan netizen, serta berita pelanggaran hukum dan peradilan selalu menarik perhatian masyarakat dan netizen untuk jadi bahan perbincangan dan juga bahan makian di kolom komentar. Terkadang jua media di Indonesia hanya memaparkan beritanya saja, tanpa menuliskan atau memberikan sesuatu yang bermanfaat pada pembaca berupa pandangan atau solusi yang dapat dijadikan edukasi bagi pembaca. Memang, dalam pemberitaan harus memenuhi unsur faktual agar berita yang disampaikan dan dipublikasi valid dan nyata adanya, namun tidak ada salahnya jika mereka dapat memberikan perspektif solusi yang edukatif juga yang bersumber maupun berdasar dari aturan hukum. Alangkah lebih beiknya jika media dapat menjadi lebih edukatif untuk para pembacanya agar membantu menyadarkan masyarakat akan adanya suatu aturan hukum.


Kesimpulan
Kesadaran hukum yang ada dalam diri masyarakat sangat ditentukan oleh seberapa jauh seseorang dalam memutuskan suatu pilihannya dalam berpikir untuk berbuat atau berperilaku, yang nantinya akan memilih patuh terhadap norma hukum  atau tidak. Oleh karena itu, kesadaran hukum merupakan suatu cara pandang masyarakat terhadap hukum, apa yang harusnya dilakukan, serta apa yang seharusnya tidak dilakukan. Tingkat kesadaran hukum Indonesia masih kurang baik, yang mana dapat kita lihat dari perpektif bentuk pelanggaran, pelaksanaan hukum di Indonesia, dan juga dari sisi jurnalistik. Pelanggaran hukum yang dilakukan sering dianggap sebagai suatu hal yang biasa saja dan lumrah, yang akhirnya hal tersebut menjadi suatu kebiasaan dalam masyarakat kita ini. Lembaga penegak hukum di Indonesia juga belum dapat menyadarkan masyarakat akan pentingnya mematuhi hukum yang berlaku. Terdapat banyak faktor yang dapat mempengaruhi sehingga masyarakat dapat mematuhi ataupun melanggar hukum tersebut, terdapat juga banyak cara yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kesadaran hukum pada masyarakat. Jika seluruh elemen dan komponen dalam masyarakat dapat mengerti dan membantu mulai dari diri sendiri untuk patuh terhadap hukum, maka hal tersebut dapat meminimalisir terjadinya pelanggaran akan hukum. Awal dari membangun suatu kesadaran hukum pada masyarakat harus kita mulai dari keseriusan lembaga penegak hukum maupun pemimpin di masyarakat itu sendiri, karena merekalah yang dapat menjadi panutan bagi masyarakat untuk dapat memahami serta melaksanakan hukum yang ada tersebut. 

Sumber Referensi :
- Hidir, Achmad. 2017. Mengapa Kesadaran Hukum Masyarakat Kita Masih Rendah.  https://www.kompasiana.com/achmadhidir/5903307c3fafbd8b4dcc5c55/mengapa-kesadaran-hukum-masyarakat-kita-masih-rendah diakses pada 5 Juni 2020 Pukul 13.26 WIB
- Kusuma, Panji. 2015. Tingkat Kesadaran Hukum Masyarakat. https://www.kompasiana.com/panjikusumayudha/55006891a333111e73510dbc/tingkat-kesadaran-hukum-masyarakat diakses pada 6 Juni 2020 Pukul 16.21 WIB
- Laksana, Chrysnanda. 2018. Hukum dan Penegakan Lalu Lintas. https://www.suarakarya.id/detail/78535/Hukum-dan-Penegakkan-Hukum-Lalu-Lintas diakses pada 6 Juni 2020 Pukul 16.45 WIB
- Sara, Elsa. 2014. APA ITU KESADARAN HUKUM MASYARAKAT, FAKTOR-FAKTOR APA SAJA DAN UPAYA-UPAYA APA SAJA UNTUK MENINGKATKAN KESADARAN HUKUM MASYARAKAT. https://www.academia.edu/12185104/APA_ITU_KESADARAN_HUKUM_MASYARAKAT_FAKTOR-FAKTOR_APA_SAJA_DAN_UPAYA-UPAYA_APA_SAJA_UNTUK_MENINGKATKAN_KESADARAN_HUKUM_MASYARAKAT diakses pada 8 Juni 2020 Pukul 14.01 WIB