Translate

Senin, 18 November 2019

PENGGUNAAN BAHASA YANG KASAR SEBAGAI SUATU FENOMENA SOSIAL BUDAYA DI LINGKUNGAN PENDIDIKAN

Hasil gambar untuk berbahasa kasar

disusun oleh : 
Nama : Alvin Sandyka Bramasta
Prodi : Pendidikan Sosiologi
Kelas : A 2018
Universitas Negeri Yogyakarta

   Bahasa adalah salah satu media yang digunakan oleh manusia dalam berkomunikasi dengan orang lain. Proses penggunaan bahasa tidak akan lepas dari manusia dalam kehidupan sehari-harinya. Bahasa digunakan dalam tiap kehidupan untuk mempermudah proses berkomunikasi. Manusia dalam kebiasaannya mengucapkan kata-kata yang mereka dapatkan dari lingkungan mereka. Hal ini biasa disebut dengan pemerolehan bahasa.
   Hal ini berarti menunjukkan bahwa pembelajaran bahasa tidak ada guru secara resmi melainkan manusia(khususnya anak-anak) meniru secara alami yang dikatakan oleh orang tuanya dan penerapan bahasa yang ditentukan oleh norma di lingkungan tempat dia tinggal yang bisa jadi termasuk ke dalam sosiokultural daerah tempat tinggalnya. Indonesia juga sebagai negara yang mempunyai sosiokultural yang sangat beraneka ragam didalamnya yang terdapat perbedaan dan keunikan di setiap daerahnya. Penggunaan bahasa yang dinilai santun ini sangat berkaitan erat dengan lingkungan dimana seseorang tinggal, karena bahasa yang digunakan dapat dinilai santun atau tidaknya tergantung pada norma yang dianut di lingkungan tempat ia tinggal.
   Komunikasi bisa dikatakan harmonis apabila penutur dan lawan bicaranya tetap menjaga bahasa yang diucap dan tidak didasari dengan saling mempermalukan serta menghina kelemahan lawan bicara. Sebaiknya komunikasi ini dilakukakan dengan saling menghargai dan menghormati lawan bicara. Komunikasi yang disampaikan dapat dikatakan santun itu dinilai dari kebiasaan berbahasa yang berlaku dalam masyarakat tersebut.
   Belakangan ini banyak remaja maupun anak-anak yang masih sekolah di Indonesia ditemui sering menggunakan bahasa kasar di lingkungan teman sebayanya. Permulaan pemerolehan bahasa kasar yang digunakan para pelajar untuk berkomunikasi bisa dengan beberapa faktor: pola asuh, dan lingkungan manusia itu bergaul. Penerapan pola asuh oleh orang tua terhadap anak dengan bahasa yang kasar maka akan mudah anak itu untuk kemudian meniru bahasa tersebut sehingga dapat terbiasa untuk digunakan berkomunikasi dengan teman sebayanya maupun orang lain di sekitarnya. Pola pengasuhan ini juga mereka terapkan seperti yang pernah diterima waktu mereka dididik di lingkungan keluarga oleh orang tuanya, lingkungan sekolah oleh guru di sekolahnya, maupun lingkungan masyarakat oleh orang-orang di sekitar tempat tinggalnya.


Hasil gambar untuk berbahasa kasar


Penggunaan Bahasa Kasar menurut Konsep Dasar Sosiologi Antropologi Pendidikan
   Berikut ini ialah perihal penggunaan bahasa kasar jika dikaji dalam konsep-konsep dasar Sosiologi Antropologi Pendidikan:
1. Kebudayaan
   Penggunaan bahasa kasar yang kerap dilakukan oleh remaja tidak sesuai dengan adat kebudayaan Indonesia yang lebih menjunjung budaya ketimuran. Oleh karena itu kita harus melestarikan untuk berbahasa yang baik dan santun agar menghindari hambatan dalam berinteraksi dalam orang lain.
2. Tradisi
   Penggunaan bahasa kasar yang dilakukan oleh remaja haruslah segera dicegah, salah satunya dengan pembiasaan berbahasa yang baik dan santun dalam penanaman pendidikan karakter dan sesuai dengan yang diajarkan dalam kurikulum mata pelajaran bahasa di lingkungan pendidikan. Kita harus membiasakan berbahasa baik dan santun pada kehidupan sehari-hari agar kemudian menjadi sebuah tradisi.
3. Pengetahuan
   Pengetahuan akan cara berbahasa yang baik dan benar sangat penting dalam berbahasa dan berinteraksi dengan orang lain. Oleh karena itu diadakannya mata pelajaran bahasa Indonesia di sekolah sebagai sumber belajar dan pengetahuan kita sebagai rakyat Indonesia dalam berbahasa antar orang Indonesia. Dan juga adanya norma kesopanan yang menjadi patokan dan pengetahuan untuk berbahasa yang baik dan santun.
4. Ilmu
   Ilmu dalam penggunaan bahasa ini harus mulai diajarkan dan juga didapatkan melalui berbagai lingkungan sejak dini. Lingkungan tersebut antara lain yakni lingkungan sekolah(melalui guru), lingkungan keluarga(melalui orang tua), dan lingkungan masyarakat(melalui tokoh dan warga masyarakat).
5. Teknologi
   Di era digital modern seperti sekarang ini, teknologi juga dapat berpengaruh dalam penggunaan bahasa melalui role model dalam sosial media yaitu influencer atau orang-orang yang memiliki power, massa, maupun karyanya dalam sosial media mereka yang mampu mempengaruhi pemikiran, gaya hidup,dll yang nantinya juga berpengaruh kepada kebiasaan dan karakter individu mengenai penggunaan bahasa atau tutur kata yang diucapkan oleh sang influencer tersebut. Jadi, seringnya kita sebagai orang modern yang sering menggunakan sosial media juga mempengaruhi tutur kata secara tidak langsung dari akun-akun sosial media yang kita ikuti maupun tidak sengaja muncul di beranda.
6. Norma
   Penggunaan bahasa yang baik dan santun ini sebenarnya didasarkan pada bermacam norma yang berlaku di dalam masyarakat. Norma-norma tersebut yakni antara lain bisa berupa norma agama, norma kesopanan, norma hukum, norma sosial,dll.
7. Lembaga
   Pendidikan dalam penggunaan bahasa yang baik dan santun harusnya dijalankan diberbagai lembaga agar mulai menjadi budaya kita serta dapat mencegah penggunaan bahasa kasar yang berlebihan. Lembaga tersebut yakni bisa dalam lingkungan sekolah(melalui guru), lingkungan keluarga(melalui orang tua), dan lingkungan masyarakat(melalui tokoh dan warga masyarakat).
8. Seni
   Seni pada dasarnya ialah suatu hasil ciptaan manusia yang mengandung unsur keindahan didalamnya. Dengan dilaksanakannya pendidikan berbahasa dan penanaman pendidikan karakter yang baik, maka nantinya dalam pelaksanaan kesehariannya manusia dapat menciptakan suatu seni yang bisa diciptakan melalui tutur kata yang baik.
9. Bahasa
   Untuk dapat mencapai tujuan dari penanaman pendidikan karakter itu sendiri harus diwujudkan dalam interaksi yang menggunakan bahasa yang baik dan sopan tentunya, sehingga output yang dihasilkan juga memiliki bahasa atau tutur kata yang baik dan sopan nantinya.
10. Lambang
   Keberhasilan dilaksanakannya pendidikan berbahasa dan penanaman pendidikan karakter nantinya akan menciptakan output yang memiliki lambang/simbol yang juga memiliki ciri, sehingga dapat dikenali dalam masyarakat bahwa mana saja yang merupakan output yang berhasil dari proses pendidikan itu sendiri. Jadi orang yang bertutur kata atau menggunakan bahasa yang baik dan santun itu merupakan ciri dan merupakan output dari berhasilnya pendidikan berbahasa dan penanaman pendidikan karakter.

Penggunaan bahasa yang kasar menurut Konsep Sosiokultural dalam Pendidikan
- Zona Proximal Development(ZPD)
   merupakan suatu kemampuan dalam pemecahan masalah secara mandiri dibawah pimpinan orang dewasa maupun melalui kerjasama dengan teman sebaya yang lebih berketerampilan. ZPD ini berbeda antara tiap individu. Menurut Vygotsky, ZPD merupakan jarak antara peringkat perkembangan sebenarnya semasa ditentukan oleh “problem-solving”yang perlu dilakukan secara sendirian. ZPD berlaku memgikuti tahap individu dan boleh juga memasukkan sumber pengetahuannya seperti, buku, artikel, media massa, dll yang menjadi bahan rujukan individu.
Dalam tingkat intramental, seorang individu akan dilihat perkembangan penggunaan bahasanya dalam menyelesaikan berbagai tugas dan masalah secara mandiri. Individu juga menjadi kontrol dirinya sendiri dalam mengelola amarah maupun emosi yang mungkin diluapkan dengan penggunaan bahasa yang kasar dalam berinteraksiSedangkan dalam tingkat intermental, seorang individu akan diuji kemampuan pemecahan masalahnya dengan perlakuan sikap penggunaan bahasa melalui interaksi di dalam lingkungan sekitarnya yakni dengan teman-teman sebayanya dan juga orang dewasa yang memiliki kontrol sosial terhadapnya untuk membimbing mereka mengenai penggunaan bahasa yang baik dan santun. Jadi dalam ZPD ini melihat seberapa jauh pertumbuhan kognitif dan pengetahuan pelajar tersebut dalam menerapkan pengetahuan yang diperolehnya.


Gambar terkait

Kasus dan Tantangan Penggunaan Bahasa Kasar
   Di zaman yang sudah modern yang juga serba digital sekarang ini sudah saatnya bagi kita untuk membudayakan sopan dan santun berbahasa, baik di media massa, elektronik(sosial media) maupun dalam interaksi kehidupan sehari-hari. Dengan adanya sosial media sekarang ini menjadikan tantangan dalam mengatasi penggunaan bahasa yang kasar ini menjadi semakin luas masalahnya. Karena kebanyakan pelajar saat ini juga turut menggunakan internet dan sosial media baik sebagai sumber pengetahuan, hiburan, dll. Dalam dunia internet dan sosial media ini pelajar akan menemui tokoh di dalamnya juga yang bisa dijadikan role model (biasa disebut influencer seperti selebgram, youtuber, konten kreator, dll.) untuk mereka tiru dalam berbagai hal, termasuk cara penggunaan bahasanya di konten internetnya.
   Tingkah laku role model atau influencer inilah yang menjadi patokan bagi kebanyakan para remaja saat ini yang bisa mereka tiru. Oleh karena itu, kita sebagai pengguna internet harus lebih bijak dalam membedakan mana yang baik ditiru di kehidupan nyata dan yang sekedar hiburan. Namun alangkah lebih baiknya jika kita memilah dan memilih influencer yang memang baik pribadi dan kontennya serta menjauhi influencer yang kurang baik pribadi maupun konten-kontennya. Bukankah alamgkah lebih baik mengambil manfaat yang baik daripada sesuatu yang tidak baik demi perbaikan kualitas anak bangsa ini. Kemungkinan buruknya jika penggunaan bahasa yang kasar ini dibiarkan kebudayaan, berkembang dan meluas dalam masyarakat akan menimbulkan perilaku yang buruk pada orang lain, menyepelekan orang lain, hilangnya sopan santun dan hilangnya rasa kehormatan dalam tiap berkomunikasi antarpersonal.


Sumber foto : 

Upaya Pendidikan dalam Menanggulangi Penggunaan Bahasa Kasar
   Dalam lingkungan pendidikan, guru harus menjalankan perannya dengan baik dan profesional. Peran guru dalam proses pendidikan di lingkungan sekolah yaitu guru harus bisa memberikan contoh berbahasa yang baik dan santun dalam proses pembelajaran maupun komunikasi di lingkungan sekolah sehingga siswa dapat mencontoh peran guru tersebut dan siswa akan merasa canggung pada saat berbahasa kurang santun maupun kasar di lingkungan sekolah. Karena dalam pepatah bahasa Jawa, guru itu harus mempunyai sifat ataupun ciri yaitu dapat digugu lan ditiru.
Selain itu dalam penanaman pendidikan karakter pada siswa juga harus dikuatkan dalam ketaatan siswa mengenai pelaksanaan norma etika atau kesopanan. Sehingga penggunaan bahasa yang baik dan santun dapat terlaksana dengan maksimal sebagai suatu kebiasaan dan menyatu dalam diri siswa tersebut serta dapat melaksanakannya dengan baik terhadap semua orang baik yang muda maupun yang tua.
   Mungkin dalam satu contoh yang terjadi yaitu sewaktu saya SMA. Waktu itu saya saat belajar di SMAN 1 Ngaglik Sleman memiliki budaya untuk mengenakan baju adat DIY dan menggunakan bahasa daerah (bahasa jawa) pada hari kamis pahing  dalam satu hari tiap satu bulan. Siswa dituntut untuk berinteraksi menggunakan bahasa jawa di lingkungan sekolah, bukan hanya siswa saja namun guru juga dituntut menggunakan bahasa jawa dalam proses mengajar dan juga berkomunikasi di lingkungan sekolah.
   Dalam kegiatan ini siswa diharapkan dapat terbiasa menggunakan bahasa santun dalam proses komunikasi dengan teman sebaya maupun dengan guru, dan akan merasa canggung pada saat berbahasa kurang santun apalagi pada gurunya. Dalam pelaksanaannya sendiri juga melatih untuk bahasa jawanya agar lebih lancar lagi, terlebih dalam bahasa jawa itu sendiri dibagi-bagi ada bahasa ngoko, krama, krama inggil dalam setiap penggunaannya terhadap masing-masing lawan bicaranya. Hal tersebut merupakan satu contoh dalam menanggulangi atau meminimalisir penggunaan bahasa kasar pada kalangan pelajar di sekolah.


Sumber Referensi :
- Yunita, Dwi Aryani. 2014. Program Bimbingan Pribadi Sosial Untuk Mengembangkan Perilaku Etis Berbahasa Santun. repository.upi.edu
http://repository.upi.edu/11134/4/S_PPB_0906305_Chapter%201.pdf (diakses pada Minggu, 17 November 2019 pukul 21.05 WIB)
- Calista Handaru. 2013. Teori Sosio-kultural.
https://www.academia.edu/7558238/Teori_Sosio-Kultural (diakses pada Senin, 18 November 2019 pukul 20.35 WIB)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar