Translate

Minggu, 22 Maret 2020

TEORI SOSIOLOGI KONTEMPORER - TEORI KONFLIK


Pengantar dan Sejarah Teori
Teori konflik ialah suatu pandangan bahwa masyarakat dalam sistem sosial terdiri atas kepentingan individu maupun kelompok berbeda yang memiliki usaha untuk mengalahkan serta mengambil alih elemen lain untuk terpenuhi kepentingannya. Teori konflik ini berkaitan dengan pelaksanaan dalam fungsional struktural yang rentan terjadi konflik antar elemen karena penyalahgunaan/perebutan kekuasaan dalam sistem sosial masyarakat.
Teori ini muncul sebagai teori alternatif perkembangan terkait dominasi fungsionalisme struktural(FS), dan merupakan hasil reaksi Dahrendorf atas terjadinya konflik dalam pelaksanaan teori FS,seperti gerakan protes besar di Amerika Serikat pada 1960 yang dihubungkan dengan perjuangan hak warga terkait isu-isu sosiopolitis mencakup penyalahgunaan kekuasaan pemerintahan, birokratisasi berlebihan, dan masalah dalam industrialisasi.

Biografi Tokoh Teori
Kaitan Teori Konflik dengan pemikiran Marx yakni konflik muncul karena penguasaan sumber daya melalui kegiatan produksi yang mengontrol pihak lain. Hal ini memicu konflik antar kelas penguasa(Borjuis) dengan buruh(Proletar). Kaitan Weber, konflik muncul karena suatu kepentingan dengan penguasaan suprastruktur ideologi yang mengontrol pembuatan aturan melalui lembaga-lembaganya. Hal ini dapat mendukung kegiatan produksi berujung konflik/masalah yang memang sewajarnya terjadi dalam masyarakat.
Menurut Dahrendorf,konflik ialah kreasi individu yang penting dalam masyarakat. Coser berpendapat bahwa konflik tidak hanya mengarah pada perubahan sosial namun penguatan integrasi sosial, terciptanya kohesi, dan membantu fungsi komunikasi. Collins mengarahkan analisis konflik struktural(makro) dalam level individual(mikro) didasari kepentingan individu dengan penguasaan makro dalam sistem yang berujung menyebabkan konflik.

Asumsi Teori
Fokus/unit analisis teori konflik ialah melihat ketegangan, pertikaian, maupun konflik yang terjadi berpusat pada struktur dan institusi sosial berskala luas dalam sistem sosial. Konflik menyebabkan perubahan sosial dikarenakan kepentingan yang memperebutkan kekuasaan. Teori konflik ialah alternatif dari teori fungsional struktural(FS) yang sangat mengedepankan keteraturan dalam masyarakat. Berbeda dengan FS dalam perspektif teori konflik, tidak selamanya di dalam masyarakat akan tunduk dan berada pada keteraturan. Pasti akan ada pihak-pihak tertentu yang memiliki keinginan untuk menguasai(mendominasi) pihak lain. Dampaknya yakni menyebabkan konflik karena adanya dominasi, koersi(paksaan), serta kekuasaan dalam masyarakat. Teori konflik juga membahas mengenai perbedaan otoritas yang kemudian melahirkan adanya superordinasi dan subordinasi.


Isi Teori
I. Masyarakat sebagai arena konflik/kompetisi sosial
Dalam teori konflik, konflik memang sewajarnya terjadi dalam berbagai sektor menyangkut sistem sosial dan kehidupan masyarakat. Dengan adanya masalah/konflik yang terjadi dalam masyarakat, akan menciptakan persaingan/kompetisi yang membuat tiap kelompok mengejar kepentingannya masing-masing. Dalam mengejar tujuan atau kepentingannya tersebut pasti dilakukan dengan cara-cara tertentu agar bisa mendapatkan kekuasaan, serta ketenangan sosial jika ia berhasil mendominasi kelompok lain secara temporer. Perlu disadari, dengan adanya konflik dalam masyarakat dapat menyebabkan perubahan sosial dan juga perkembangan di dalamnya.

II. Dominasi/Legitimasi
Terjadinya dominasi dalam beberapa kelompok sosial dapat membuat kelompok yang dominan tersebut untuk mengembangkan dengan lebih baik kelompok-kelompok sosial yang lebih koheren, yaitu terikat bersama oleh jaringan komunikasi yang ruwet daripada kelas sosial subordinat. Perbedaan antara kelas sosial bersifat cukup jauh dalam akses-akses pengendalian sistem budaya. Yaitu, kelas sosial atas dapat mengembangkan simbol yang sangat diartikulasi dan sistem ideologis yang mereka paksakan pada kelas sosial yang lebih rendah. Sementara di kelas sosial bawah terlegitimasi oleh sistem ideologis dari kelompok kelas atas yang mendominasi, yang bersifat koersif(paksaan) karena kelas sosial bawah sistem simbolnya kurang berkembang sehingga tidak punya kontrol yang lebih.

III. Konflik Kelas Masyarakat Modern
Konflik kelas masyarakat modern terjadi disebabkan karena adanya perbedaan kepentingan antar individu maupun kelompok berbentuk perebutan kekuasaan, jabatan, kehormatan dan lain-lain. Konflik antar kelas sosial biasanya terjadi pada kelas bawah(buruh) dan atas(majikan) di dalam struktur masyarakat industri. Kelas bawah(buruh) menuntut perbaikan upah/gaji kepada pemerintah maupun perusahaan adalah salah satu wujud konflik antar golongan. Upah kelas bawah yang kecil dianggap memunculkan isu ketidakadilan, ketimpangan sosial, dsb yang jika tak terseimbangkan akan terjadi ketegangan hubungan produksi dalam sistem produksi kapitalis antara kelas bawah(buruh) dengan atas(majikan,penguasa) berujung gerakan sosial yang besar, yaitu sebuah revolusi yang bisa berupa aksi massa yang terkoordinir oleh kelas bawah.

IV. Konflik Fungsional
Coser mengungkapkan bahwa konflik dapat bersifat fungsional(baik) dan juga disfungsional(perpecahan) untuk hubungan dan struktur-struktur yang tidak terangkum dalam sistem sosial sebagai suatu kompleksitas. Ia berpendapat bahwa konflik bisa merubah bentuk interaksi. Proposisi pengadu-dombaan dapat diterima penguasa, menunjukkan hubungan dominasi serta konflik kepentingan, pihak dominan dan penguasa akan meraih keuntungan dari suasana konflik yang terjadi. Konflik yang terjadi dapat dipandang fungsional positif jika konflik tersebut bersifat konstruktif yakni dapat memperkuat kelompok dan sebaliknya memiliki fungsional negatif jika konflik itu bergerak melawan struktur. Karena konflik secara positif dapat meredakan ketegangan yang ada dalam kelompok yang meyakinkan integritas kelompok disebabkan oleh peningkatan interaksi dan juga keseimbangan.

V. Konflik Formal/Informal
Konflik ini dapat terjadi di lingkungan organisasi formal maupun informal. Konflik formal/informal ini dapat disebabkan oleh faktor internal yaitu diantaranya kesalahpahaman antar individu/kelompok, perbedaan kepentingan/pendapat, pihak tertentu yang telah mengalami kerugian,dll. Selain itu konflik juga bisa terjadi oleh faktor eksternal, misalnya konflik terjadi karena dipanasi oleh pihak lain diluar organisasi tertentu secara sengaja ataupun tidak. Hal ini bisa dilakukan dengan jalan mengadu-domba antara pihak-pihak yang terlibat konflik tersebut. Dalam organisasi sulit membedakan antara persaingan sehat dengan konflik. Sebab persaingan meskipun disebut sehat, pada hakekatnya ialah konflik juga. Hanya dalam persaingan sehat justru harus memunculkan efek positif, yakni pihak-pihak yang bersaing diharap berlaku jujur dan adil.

Aplikasi Teori
Saya membahas konflik transportasi online dengan transportasi konvensional sebagai contoh konflik masyarakat modern. Dengan kemajuan teknologi, masyarakat diberikan kemudahan memakai jasa transportasi. Sifat masyarakat modern yang ingin serba instan, beragam promosi, kenyamanan dan keamanan yang ditawarkan jasa transportasi online menjadi kelebihan yang mempengaruhi minat masyarakat juga mendukung penggunaan transportasi online. Dalam hal ini, perusahaan transportasi online memiliki kelebihan sumber daya yakni penguasaan teknologi yang tidak dimiliki pihak konvensional.
Seiring meningkatnya pelanggan transportasi online, maka penumpang yang biasanya naik transportasi konvensional akan menurun karena terjadi konflik dikarenakan tidak ingin kehilangan target pasar sampai perebutan penumpang. Konflik berlanjut sampai terjadi kekerasan dan menimbulkan korban juga. Contoh konflik ini sesuai dengan teori konflik oleh Coser, mengenai penyebab konflik. Konflik terjadi ketika individu merasa dilanggar haknya dan akhirnya menjadi mempertanyakan legitimasi yang ada. Ketidakadilan dirasakan oleh supir transportasi konvensional. Demonstrasi muncul dimana-mana, dan pemerintah akhirnya membuat aturan mengenai larangan tempat penjemputan penumpang bagi transportasi online dan konvensional. Konflik ini termasuk dalam konflik realistik, karena memperebutkan sesuatu yang konkret atau material yaitu sumber ekonomi. Konflik ini juga bisa disebut sebagai konflik yang fungsional, sesuai dengan pemikiran Coser tentang fungsi positif konflik yakni meningkatkan kemampuan adaptif dalam suatu sistem. Yang terjadi ialah dalam masing-masing kedua pihak transportasi online dan konvensional terjadi solidaritas antar masing-masing kelompok.

Referensi :
-           Martono, Nanang. 2014. Sosiologi Perubahan Sosial Perspektif Klasik, Modern,Posmodern, dan Poskolonial. Jakarta: Rajawali Pers
-           Ritzer, George. 2011. Teori Sosiologi dari Sosiologi Klasik Sampai Perkembangan Terakhir Postmodern. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
-           Syawaludin, Mohammad. 2014. Memaknai Konflik dalam Perspektif Sosiologi
Melalui Pendekatan Konflik Fungsional
http://jurnal.radenfatah.ac.id/index.php/tamaddun/article/view/136/121 (diakses pada Jumat, 1 November 2019, pukul 16.24 WIB)

Senin, 02 Maret 2020

TEORI SOSIOLOGI KONTEMPORER - FUNGSIONALISME STRUKTURAL




Pengantar dan sejarah Teori
Teori struktural fungsional merupakan teori yang menekankan suatu sistem oleh masyarakat yang berintegrasi dan mempunyai struktur yang terdiri dari banyak lembaga yang memiliki fungsinya tersendiri. Kecenderungan dalam masyarakat tersebut menciptakan suatu konsensus dan keteraturan sosial diantara anggotanya yang berkontribusi menjalankan fungsi dan statusnya dalam masyarakat. Keseluruhan bagian tersebut akan saling beradaptasi terhadap perubahan internal maupun eksternal dari masyarakat. Pasca Perang Dunia II, fungsionalisme struktural berkuasa selama berupuluh tahun sebagai suatu paradigma di dalam sosiologi Amerika Serikat kontemporer.  Hal ini dipicu oleh teori Parsons yang dinilai optimis. Di masa itu, Parsons mengungkapkan suatu keyakinan yang optimis terhadap perubahan dan keberlangsungan sistem.

Biografi Tokoh Teori


Penekanan Auguste Comte yang terkait fungsional struktural dalam kajian utamanya yakni aspek keteraturan (statis) serta perkembangan masyarakat (dinamis). Penekanannya terlihat pada kebutuhan adanya keteraturan sosial. Sedangkan penekanan Durkheim lebih kepada aspek persatuan (integrasi) atau solidaritas (kesadaran kolektif) serta konsep anomie yang menggambarkan kegagalan masyarakat dalam mempertahankan integrasi dan solidaritasnya dalam masyarakat. Talcott Parsons lahir pada 1902 di Colorado Springs, Colorado.


Talcott Parsons menjadi instruktur di Harvard tahun 1927, berpindah jurusan dan menetap sampai akhir hayatnya tahun 1979. Sementara Robert Merton lahir pada 4 Juli 1910 di Philadelphia, Pennsylvania, Amerika Serikat. Merton merupakan salah satu mahasiswa dari Parsons disaat memulai karir mengajarnya di Harvard.

Asumsi Teori
Fokus/unit analisis fungsional struktural yaitu menekankan pada fakta sosial. Karena fungsional struktural ada dalam paradigma fakta sosial dan teorinya berlevel makro yang memperhatikan struktur dan lembaga sosial berskala besar. Fakta sosial merupakan cara bertindak, berpikir, dan merasa yang ada di luar individu dan bersifat memaksa serta terbentuk karena adanya pola dalam masyarakat. Dalam struktur sosial terdapat beberapa sifat fakta sosial yakni : umum (general) yang fakta sosialnya merupakan milik bersama dan tersebar luas; eksternal yang fakta sosialnya berada diluar pertimbangan-pertimbangan seseorang dan telah ada begitu saja; dan memaksa (koersif) yang mempunyai kekuatan menekan dan memaksa individu untuk menerima dan melaksanakannya.




Isi Teori
I. Masyarakat sebagai Sistem Konsensus dan Keseimbangan Sosial
Demi terciptanya sistem konsensus dan terjaganya keseimbangan sosial, Masyarakat dapat dilihat dari sistem keseluruhan struktur dan setiap bagian terintegrasi menjadi satu. Setiap bagian punya peran dan fungsi yang berbeda namun saling berkaitan, menciptakan konsensus dan keterkaitan sosial. keseluruhan bagian akan saling beradaptasi, baik itu terhadap perubahan internal maupun eksternal masyarakat. Konsesusyang terlaksana menghasilkan sebuah keteraturan sosial, struktur berjalan sesuai dengan fungsi yang terintegrasi dalam sistem, sehingga terciptanya keseimbangan sosial dalam masyarakat.

II. Analisis dan Syarat Fungsional Masyarakat
Dalam menjalankan fungsi sistem masyarakat, diperlukan syarat fungsional masyarakat dalam sistem. Berikut ialah skema AGIL sebagai persyaratan fungsional masyarakat serta penjelasan analisisnya :
1. Adaptasi
Sistem harus menyesuaikan lingkungan sekitarnya dan menyesuaikan lingkungan dengan kebutuhannya terhadap berbagai situasi dan perubahan. Adaptasi berkaitan dengan nilai ekonomi, yang harus dikontrol untuk memenuhi kebutuhan sumber daya dan dapat tersalurkan ke seluruh sistem.
2. Goal Attainment
Sistem harus bisa menentukan dan mencapai tujuan utamanya. Hal ini berkaitan dengan nilai politik, yang diamanatkan untuk merealisasikan tujuan utama melalui sistem dalam masyarakat.
3. Integrasi
Sistem harus bisa mengatur hubungan antar bagian atau elemen, serta hubungan antara tiga syarat fungsional lainnya (A,G,L). Integrasi berkaitan dengan nilai hukum yang kemudian dipahami sebagai sebuah usaha pengatur dan koordinasi hubungan antar bagian elemen dan sistem dalam masyarakat.
4. Latensi (Nilai kolektif)
Sistem harus mampu membuat, dan menjaga nilai-nilai kesadaran kolektif. Latensi berkaitan dengan nilai-nilai keluarga, pendidikan, dan juga agama yang berfungsi dalam keberlangsungan hidup masyarakat melalui proses sosialisasi, institusionalisasi, dan juga internalisasi.

III. Fungsional/Disfungsional
Suatu hal mampu disebut fungsional/disfungsional berdasarkan pada tindakan sosial yang ada. Parson berpendapat, Seluruh struktur sosial yang mempunyai fungsi positif (fungsional) bagi sistem akan menghasilkan keteraturan sosial. Tetapi hal ini ditolak oleh Merton. Menurutnya, tidak semua struktur sosial berfungsi positif, ada yang berfungsi negatif (disfungsional) yang menghasilkan deviasi atau penyimpangan. Adanya fungsional/disfungsional bertujuan untuk mengintegrasikan seseorang kedalam sistem masyarakat, supaya dapat menyesuaikan aturan dan dapat diterima oleh keseluruhan masyarakat.

IV. Teori Tindakan Sosial
Tindakan sosial takkan pernah lepas dari struktur sosial. Sistem Tindakan tersusun dalam dua cara yaitu:lewat “Arus Informasi” yaitu sistem budaya mengontrol sistem-sistem dibawahnya; dan lewat “Arus Energi” yaitu sistem perilaku memperkuat sistem-sistem diatasnya. Sistem tindakan sosial terbagi menjadi 4 sistem, yaitu:
1. Sistem Budaya
Berpegang teguh pada adanya nilai/tradisi dalam masyarakat, memediasi interaksi antar manusia dan mengintegrasikan sistem sosial dalam bentuk norma, nilai dan kepribadian (diinternalisasi). Sistem budaya mempengaruhi sistem secara kompleks melalui sosialisasi,institusionalisasi,dan internalisasi.
2. Sistem Sosial
Mengajarkan individu yang akan melakukan tindakan, untuk berdasarkan pada aturan dalam masyarakat. Penekanan Parsons lebih pada “Status dan Peran” yang ditempati dan dilakukan oleh individu atau institusi sosial dalam masyarakat, utamanya nilai signifikasi dalam sistem yang lebih luas.
3. Sistem Kepribadian
Menekankan pada tindakan hal penampilan. Sistem ini dikendalikan oleh sistem budaya dan sistem sosial. Sistem kepribadian merupakan serangkaian sistem orientasi dan motivasi,yang berpengaruh dalam penentuan tindakan sosial individu.
4. Sistem Perilaku
Lebih berpegang teguh pada tindakan apa yang boleh dilakukan dan yang tidak boleh dilakukan dalam masyarakat. Penekanan Parsons hanya dalam aspek karakter perilaku individu yang terbentuk melalui proses pengondisian dan pembelajaran dalam keseharian masyarakat.

Aplikasi Teori
Sebagai contoh aplikasi teori, sistem transportasi di kota pada zaman modern serba digital. Beberapa tahun belakang, angkutan konvensional sangat tidak memadai fasilitasnya,ribet,kotor,dll. Namun masyarakat tetap perlu kebutuhan untuk pergi kemanapun dengan nyaman, aman, cepat, dan murah. Lembaga ekonomi mencoba memenuhi kebutuhan transportasi umum dengan memanfaatkan kecanggihan teknologi modern.
Perusahaan berusaha menyediakan transportasi online seperti ojek online,dan taxi online sebagai angkutan umum. Karena cara mendapatkannya secara instan, dan penggunaannya sesuai kebutuhan pelanggan. Hasilnya kebutuhannya terpenuhi untuk sampai tempat tujuan, Perusahaan sebagai lembaga ekonomi mendapat keuntungan. Hal ini dapat dikatakan bahwa lembaga ekonomi telah fungsional, melaksanakan perannya dengan baik karena memenuhi kebutuhan masyarakat melalui jasa yang ditawarkan.
Beberapa tahun terakhir dampak negatif muncul, yaitu ketegangan-ketegangan di masyarakat,karena pihak angkutan konvensional (ojek pangkalan,angkot,becak,dll) unjuk rasa dikarenakan kehilangan pelanggan dan merugi atas hadirnya transportasi online. Adanya ketegangan masyarakat tersebut, lembaga politik melalui pemerintah mengambil langkah penyesuaian(adaptasi) dengan membuat aturan mengenai larangan tempat penjemputan penumpang. Transportasi online tidak boleh mengambil penumpang dibeberapa area penjemputan angkutan konvensional, seperti terminal, stasiun,bandara,dll. Hal ini pemerintah sebagai lembaga politik dinilai fungsional, karena menjalankan fungsinya dengan mengatur keseimbangan sosial dalam masyarakat melalui hak dan wewenangnya. Adanya aturan ini, membuat pengusaha transportasi online,masyarakat, dan angkutan konvensional untung serta keseimbangan dapat terkontrol.

Senin, 18 November 2019

PENGGUNAAN BAHASA YANG KASAR SEBAGAI SUATU FENOMENA SOSIAL BUDAYA DI LINGKUNGAN PENDIDIKAN

Hasil gambar untuk berbahasa kasar

disusun oleh : 
Nama : Alvin Sandyka Bramasta
Prodi : Pendidikan Sosiologi
Kelas : A 2018
Universitas Negeri Yogyakarta

   Bahasa adalah salah satu media yang digunakan oleh manusia dalam berkomunikasi dengan orang lain. Proses penggunaan bahasa tidak akan lepas dari manusia dalam kehidupan sehari-harinya. Bahasa digunakan dalam tiap kehidupan untuk mempermudah proses berkomunikasi. Manusia dalam kebiasaannya mengucapkan kata-kata yang mereka dapatkan dari lingkungan mereka. Hal ini biasa disebut dengan pemerolehan bahasa.
   Hal ini berarti menunjukkan bahwa pembelajaran bahasa tidak ada guru secara resmi melainkan manusia(khususnya anak-anak) meniru secara alami yang dikatakan oleh orang tuanya dan penerapan bahasa yang ditentukan oleh norma di lingkungan tempat dia tinggal yang bisa jadi termasuk ke dalam sosiokultural daerah tempat tinggalnya. Indonesia juga sebagai negara yang mempunyai sosiokultural yang sangat beraneka ragam didalamnya yang terdapat perbedaan dan keunikan di setiap daerahnya. Penggunaan bahasa yang dinilai santun ini sangat berkaitan erat dengan lingkungan dimana seseorang tinggal, karena bahasa yang digunakan dapat dinilai santun atau tidaknya tergantung pada norma yang dianut di lingkungan tempat ia tinggal.
   Komunikasi bisa dikatakan harmonis apabila penutur dan lawan bicaranya tetap menjaga bahasa yang diucap dan tidak didasari dengan saling mempermalukan serta menghina kelemahan lawan bicara. Sebaiknya komunikasi ini dilakukakan dengan saling menghargai dan menghormati lawan bicara. Komunikasi yang disampaikan dapat dikatakan santun itu dinilai dari kebiasaan berbahasa yang berlaku dalam masyarakat tersebut.
   Belakangan ini banyak remaja maupun anak-anak yang masih sekolah di Indonesia ditemui sering menggunakan bahasa kasar di lingkungan teman sebayanya. Permulaan pemerolehan bahasa kasar yang digunakan para pelajar untuk berkomunikasi bisa dengan beberapa faktor: pola asuh, dan lingkungan manusia itu bergaul. Penerapan pola asuh oleh orang tua terhadap anak dengan bahasa yang kasar maka akan mudah anak itu untuk kemudian meniru bahasa tersebut sehingga dapat terbiasa untuk digunakan berkomunikasi dengan teman sebayanya maupun orang lain di sekitarnya. Pola pengasuhan ini juga mereka terapkan seperti yang pernah diterima waktu mereka dididik di lingkungan keluarga oleh orang tuanya, lingkungan sekolah oleh guru di sekolahnya, maupun lingkungan masyarakat oleh orang-orang di sekitar tempat tinggalnya.


Hasil gambar untuk berbahasa kasar


Penggunaan Bahasa Kasar menurut Konsep Dasar Sosiologi Antropologi Pendidikan
   Berikut ini ialah perihal penggunaan bahasa kasar jika dikaji dalam konsep-konsep dasar Sosiologi Antropologi Pendidikan:
1. Kebudayaan
   Penggunaan bahasa kasar yang kerap dilakukan oleh remaja tidak sesuai dengan adat kebudayaan Indonesia yang lebih menjunjung budaya ketimuran. Oleh karena itu kita harus melestarikan untuk berbahasa yang baik dan santun agar menghindari hambatan dalam berinteraksi dalam orang lain.
2. Tradisi
   Penggunaan bahasa kasar yang dilakukan oleh remaja haruslah segera dicegah, salah satunya dengan pembiasaan berbahasa yang baik dan santun dalam penanaman pendidikan karakter dan sesuai dengan yang diajarkan dalam kurikulum mata pelajaran bahasa di lingkungan pendidikan. Kita harus membiasakan berbahasa baik dan santun pada kehidupan sehari-hari agar kemudian menjadi sebuah tradisi.
3. Pengetahuan
   Pengetahuan akan cara berbahasa yang baik dan benar sangat penting dalam berbahasa dan berinteraksi dengan orang lain. Oleh karena itu diadakannya mata pelajaran bahasa Indonesia di sekolah sebagai sumber belajar dan pengetahuan kita sebagai rakyat Indonesia dalam berbahasa antar orang Indonesia. Dan juga adanya norma kesopanan yang menjadi patokan dan pengetahuan untuk berbahasa yang baik dan santun.
4. Ilmu
   Ilmu dalam penggunaan bahasa ini harus mulai diajarkan dan juga didapatkan melalui berbagai lingkungan sejak dini. Lingkungan tersebut antara lain yakni lingkungan sekolah(melalui guru), lingkungan keluarga(melalui orang tua), dan lingkungan masyarakat(melalui tokoh dan warga masyarakat).
5. Teknologi
   Di era digital modern seperti sekarang ini, teknologi juga dapat berpengaruh dalam penggunaan bahasa melalui role model dalam sosial media yaitu influencer atau orang-orang yang memiliki power, massa, maupun karyanya dalam sosial media mereka yang mampu mempengaruhi pemikiran, gaya hidup,dll yang nantinya juga berpengaruh kepada kebiasaan dan karakter individu mengenai penggunaan bahasa atau tutur kata yang diucapkan oleh sang influencer tersebut. Jadi, seringnya kita sebagai orang modern yang sering menggunakan sosial media juga mempengaruhi tutur kata secara tidak langsung dari akun-akun sosial media yang kita ikuti maupun tidak sengaja muncul di beranda.
6. Norma
   Penggunaan bahasa yang baik dan santun ini sebenarnya didasarkan pada bermacam norma yang berlaku di dalam masyarakat. Norma-norma tersebut yakni antara lain bisa berupa norma agama, norma kesopanan, norma hukum, norma sosial,dll.
7. Lembaga
   Pendidikan dalam penggunaan bahasa yang baik dan santun harusnya dijalankan diberbagai lembaga agar mulai menjadi budaya kita serta dapat mencegah penggunaan bahasa kasar yang berlebihan. Lembaga tersebut yakni bisa dalam lingkungan sekolah(melalui guru), lingkungan keluarga(melalui orang tua), dan lingkungan masyarakat(melalui tokoh dan warga masyarakat).
8. Seni
   Seni pada dasarnya ialah suatu hasil ciptaan manusia yang mengandung unsur keindahan didalamnya. Dengan dilaksanakannya pendidikan berbahasa dan penanaman pendidikan karakter yang baik, maka nantinya dalam pelaksanaan kesehariannya manusia dapat menciptakan suatu seni yang bisa diciptakan melalui tutur kata yang baik.
9. Bahasa
   Untuk dapat mencapai tujuan dari penanaman pendidikan karakter itu sendiri harus diwujudkan dalam interaksi yang menggunakan bahasa yang baik dan sopan tentunya, sehingga output yang dihasilkan juga memiliki bahasa atau tutur kata yang baik dan sopan nantinya.
10. Lambang
   Keberhasilan dilaksanakannya pendidikan berbahasa dan penanaman pendidikan karakter nantinya akan menciptakan output yang memiliki lambang/simbol yang juga memiliki ciri, sehingga dapat dikenali dalam masyarakat bahwa mana saja yang merupakan output yang berhasil dari proses pendidikan itu sendiri. Jadi orang yang bertutur kata atau menggunakan bahasa yang baik dan santun itu merupakan ciri dan merupakan output dari berhasilnya pendidikan berbahasa dan penanaman pendidikan karakter.

Penggunaan bahasa yang kasar menurut Konsep Sosiokultural dalam Pendidikan
- Zona Proximal Development(ZPD)
   merupakan suatu kemampuan dalam pemecahan masalah secara mandiri dibawah pimpinan orang dewasa maupun melalui kerjasama dengan teman sebaya yang lebih berketerampilan. ZPD ini berbeda antara tiap individu. Menurut Vygotsky, ZPD merupakan jarak antara peringkat perkembangan sebenarnya semasa ditentukan oleh “problem-solving”yang perlu dilakukan secara sendirian. ZPD berlaku memgikuti tahap individu dan boleh juga memasukkan sumber pengetahuannya seperti, buku, artikel, media massa, dll yang menjadi bahan rujukan individu.
Dalam tingkat intramental, seorang individu akan dilihat perkembangan penggunaan bahasanya dalam menyelesaikan berbagai tugas dan masalah secara mandiri. Individu juga menjadi kontrol dirinya sendiri dalam mengelola amarah maupun emosi yang mungkin diluapkan dengan penggunaan bahasa yang kasar dalam berinteraksiSedangkan dalam tingkat intermental, seorang individu akan diuji kemampuan pemecahan masalahnya dengan perlakuan sikap penggunaan bahasa melalui interaksi di dalam lingkungan sekitarnya yakni dengan teman-teman sebayanya dan juga orang dewasa yang memiliki kontrol sosial terhadapnya untuk membimbing mereka mengenai penggunaan bahasa yang baik dan santun. Jadi dalam ZPD ini melihat seberapa jauh pertumbuhan kognitif dan pengetahuan pelajar tersebut dalam menerapkan pengetahuan yang diperolehnya.


Gambar terkait

Kasus dan Tantangan Penggunaan Bahasa Kasar
   Di zaman yang sudah modern yang juga serba digital sekarang ini sudah saatnya bagi kita untuk membudayakan sopan dan santun berbahasa, baik di media massa, elektronik(sosial media) maupun dalam interaksi kehidupan sehari-hari. Dengan adanya sosial media sekarang ini menjadikan tantangan dalam mengatasi penggunaan bahasa yang kasar ini menjadi semakin luas masalahnya. Karena kebanyakan pelajar saat ini juga turut menggunakan internet dan sosial media baik sebagai sumber pengetahuan, hiburan, dll. Dalam dunia internet dan sosial media ini pelajar akan menemui tokoh di dalamnya juga yang bisa dijadikan role model (biasa disebut influencer seperti selebgram, youtuber, konten kreator, dll.) untuk mereka tiru dalam berbagai hal, termasuk cara penggunaan bahasanya di konten internetnya.
   Tingkah laku role model atau influencer inilah yang menjadi patokan bagi kebanyakan para remaja saat ini yang bisa mereka tiru. Oleh karena itu, kita sebagai pengguna internet harus lebih bijak dalam membedakan mana yang baik ditiru di kehidupan nyata dan yang sekedar hiburan. Namun alangkah lebih baiknya jika kita memilah dan memilih influencer yang memang baik pribadi dan kontennya serta menjauhi influencer yang kurang baik pribadi maupun konten-kontennya. Bukankah alamgkah lebih baik mengambil manfaat yang baik daripada sesuatu yang tidak baik demi perbaikan kualitas anak bangsa ini. Kemungkinan buruknya jika penggunaan bahasa yang kasar ini dibiarkan kebudayaan, berkembang dan meluas dalam masyarakat akan menimbulkan perilaku yang buruk pada orang lain, menyepelekan orang lain, hilangnya sopan santun dan hilangnya rasa kehormatan dalam tiap berkomunikasi antarpersonal.


Sumber foto : 

Upaya Pendidikan dalam Menanggulangi Penggunaan Bahasa Kasar
   Dalam lingkungan pendidikan, guru harus menjalankan perannya dengan baik dan profesional. Peran guru dalam proses pendidikan di lingkungan sekolah yaitu guru harus bisa memberikan contoh berbahasa yang baik dan santun dalam proses pembelajaran maupun komunikasi di lingkungan sekolah sehingga siswa dapat mencontoh peran guru tersebut dan siswa akan merasa canggung pada saat berbahasa kurang santun maupun kasar di lingkungan sekolah. Karena dalam pepatah bahasa Jawa, guru itu harus mempunyai sifat ataupun ciri yaitu dapat digugu lan ditiru.
Selain itu dalam penanaman pendidikan karakter pada siswa juga harus dikuatkan dalam ketaatan siswa mengenai pelaksanaan norma etika atau kesopanan. Sehingga penggunaan bahasa yang baik dan santun dapat terlaksana dengan maksimal sebagai suatu kebiasaan dan menyatu dalam diri siswa tersebut serta dapat melaksanakannya dengan baik terhadap semua orang baik yang muda maupun yang tua.
   Mungkin dalam satu contoh yang terjadi yaitu sewaktu saya SMA. Waktu itu saya saat belajar di SMAN 1 Ngaglik Sleman memiliki budaya untuk mengenakan baju adat DIY dan menggunakan bahasa daerah (bahasa jawa) pada hari kamis pahing  dalam satu hari tiap satu bulan. Siswa dituntut untuk berinteraksi menggunakan bahasa jawa di lingkungan sekolah, bukan hanya siswa saja namun guru juga dituntut menggunakan bahasa jawa dalam proses mengajar dan juga berkomunikasi di lingkungan sekolah.
   Dalam kegiatan ini siswa diharapkan dapat terbiasa menggunakan bahasa santun dalam proses komunikasi dengan teman sebaya maupun dengan guru, dan akan merasa canggung pada saat berbahasa kurang santun apalagi pada gurunya. Dalam pelaksanaannya sendiri juga melatih untuk bahasa jawanya agar lebih lancar lagi, terlebih dalam bahasa jawa itu sendiri dibagi-bagi ada bahasa ngoko, krama, krama inggil dalam setiap penggunaannya terhadap masing-masing lawan bicaranya. Hal tersebut merupakan satu contoh dalam menanggulangi atau meminimalisir penggunaan bahasa kasar pada kalangan pelajar di sekolah.


Sumber Referensi :
- Yunita, Dwi Aryani. 2014. Program Bimbingan Pribadi Sosial Untuk Mengembangkan Perilaku Etis Berbahasa Santun. repository.upi.edu
http://repository.upi.edu/11134/4/S_PPB_0906305_Chapter%201.pdf (diakses pada Minggu, 17 November 2019 pukul 21.05 WIB)
- Calista Handaru. 2013. Teori Sosio-kultural.
https://www.academia.edu/7558238/Teori_Sosio-Kultural (diakses pada Senin, 18 November 2019 pukul 20.35 WIB)

Jumat, 15 Maret 2019

Ketahanan Bangsa Indonesia dalam Aspek Budaya

   

Sumber gambar : https://wallpapercave.com/wp/wp2134661.jpg



   Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah bangsa yang terkenal sebagai negara dan bangsa yang luhur. Di dalam bangsa Indonesia juga memiliki keragaman budaya yang tersebar di pelosok-pelosok nusantara. Yang diantaranya ada mulai dari kesenian, baju adat, upacara adat, rumah adat, lagu daerah, hingga makanan dari tiap-tiap daerah di Indonesia yang melekat mewarnai keragaman bangsa Indonesia ini.  Menurut Kluckhohn dalam sebuah karyanya yang berjudul “Universal Categories of Culture” telah menguraikan beberapa unsur kebudayaan dari berbagai pendapat para sarjana ke dalam tujuh unsur kebudayaan yang kemudian dianggap sebagai universal cultural yaitu ; peralatan dan perlengkapan hidup manusia (pakaian, perumahan, alat-alat rumah tangga, senjata, alat-alat produksi transport dan sebagainya), mata pencaharian hidup, sistem kemasyarakatan, bahasa (lisan maupun tertulis), kesenian (seni rupa, seni suara, seni gerak dan sebagainya), sistem pengetahuan, dan juga sistem kepercayaan (religi).

   Tidak heran jika begitu banyaknya budaya yang kita miliki dari berbagai daerah, justru membuat kita tidak mengetahui apa saja budaya yang ada Indonesia yang sangat luas ini. Bahkan kita sendiri saja sebagai generasi muda saat ini terkadang lupa akan budaya daerah kita sendiri. Ironis memang, jika kita sebagai orang Indonesia tetapi tak tahu ciri khas bangsanya sendiri. Lihatlah diri kita masing-masing, sebetulnya kita jugalah yang tidak mau melestarikan dan tidak mau tahu akan keluhuran budaya sendiri. Ketertarikan budaya yang semakin meluntur juga sangat nampak pada diri generasi muda di zaman modern saat ini. Salah satunya penyebabnya yaitu karena globalisasi.

   Dari dampak globalisasi ini tentunya juga akan berpengaruh pada dinamika budaya dan juga keseharian masyarakat di setiap negara. Di Indonesia, hal ini bisa dirasakan dan sangat terlihat nampaknya. Begitu bebasnya bermacam budaya yang masuk dari berbagai arus kehidupan. Pribadi dan sifat keramah-tamahan dari masyarakat juga sangat mendukung masuknya berbagai budaya tersebut. Ditambah lagi generasi muda kita yang terkesan mudah bosan dengan budaya yang mereka anggap kuno. Tetapi, dengan masuknya budaya dari luar justru kerap berimbas buruk bagi bangsa ini. Misalnya budaya berpakaian, gaya hidup keseharian (life style), segi ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek), maupun juga adat-istiadat. Semua itu nyatanya berdampak buruk dan dengan mudah dapat menggeser budaya asli Indonesia.

   Sebenarnya kita itu belum siap menerima era globalisasi. Gaya hidup kita semakin menjurus ke arah barat yang semakin individual dan liberal. Budaya gotong-royong di masyarakat pun juga semakin memudar. Dari segi iptek, sebagian besar juga berdampak buruk bagi kita. Yakni penyalahgunaan teknologi kerap kali terjadi. Kemudian, belum ada filterisasi budaya yang masuk. Begitu mudah budaya masuk tanpa ada penyaringan kesesuaian dengan budaya asli kita. Akibatnya kita seperti  seakan berjalan mengikuti tuntutan perkembangan zaman modern. Tetapi sayangnya dengan mengikuti perkembangan tersebut, budaya luhur yang dulu melekat dalam diri, perlahan semakin menghilang. Parahnya, budaya daerah yang ada dan kita junjung tinggi justru semakin kita abaikan. Oleh karena itu, diperlukan adanya regulasi dari pemerintahan, maupun kesadaran dari tiap warga negara Indonesia terkait rasa nasionalismenya menyangkut ketahanan bangsa Indonesia dalam aspek budaya ini kedepannya.

   Ketahanan dibidang budaya diartikan sebagai kondisi dinamik yang berisi tentang keuletan dan ketangguhan yang mengandung kemampuan untuk mengembangkan kekuatan nasional dalam menghadapi dan mengatasi segala ancaman, gangguan, hambatan dan tantangan baik yang datang dari dalam maupun luar. Yang langsung maupun tidak langsung dapat membahayakan kelangsungan kehidupan sosial dan juga budaya bangsa Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan UUD1945.

   Masyarakat adalah sekumpulan dari individu manusia yang secara relatif mandiri hidup bersama dengan waktu cukup lama, mendiami suatu wilayah tertentu, memiliki kebudayaan yang sama, serta melakukan sebagian besar kegiatannya didalam kelompok tersebut. Masyarakat yang terdiri dari kumpulan individu manusia tersebut juga pasti akan tumbuh berkembang dengan budaya di daerahnya yang bisa saja ada dan datang dari cara-cara mereka atau kebiasaan mereka sehari-hari. Sehingga terciptalah sebuah budaya yang mencirikan masyarakat tersebut.

   Manusia mengembangkan kebudayaan tidak lain sebagai upaya mempertahankan kelangsungan hidupnya menghadapi berbagai tantangan yang muncul dari lingkungannya untuk kemudian mewujudkan dan meneruskan kehidupan yang lebih baik. Karena itulah dapat dikatakan bahwa kebudayaan merupakan wujud tanggapan aktif manusia terhadap tantangan yang datang dari lingkungannya sendiri.

   Indonesia yang terkenal dengan multikultural dan pluralismenya mempunyai berbagai lapisan sosial. Lapisan sosial yang berbeda membawa perbedaan perilaku kebudayaan yang diwujudkan dalam keadaan tertentu seperti bahasa yang digunakan, kebiasaan berpakaian, kebiasaan konsumsi makanan dan sebagainya. Semua itu menambah keanekaragaman tampilan budaya masyarakat Indonesia. Kebudayaan baru yang lebih penting daripada kebudayaan-kebudayaan lain dalam mewujudkan persatuan dan kesatuan bangsa adalah kebudayaan nasional atau kebudayaan Indonesia. Kebudayaan ini tidak sama dengan kebudayaan daerah tertentu tidak sama artinya dengan penjumlahan budaya-budaya dari tiap daerah di kepulauan Indonesia.

   Penjelasan dalam UUD1945 yang membahas mengenai kebudayaan bangsa dirumuskan sebagai puncak-puncak kebudayaan di daerah-daerah di seluruh Indonesia. Perkataan puncak-puncak kebudayaan itu memiliki makna yaitu kebudayaan yang diterima dan dijunjung tinggi oleh sebagian besar suku-suku bangsa di Indonesia dan memiliki persebaran di sebagian besar wilayah Indonesia. Kekayaan budaya Indonesia adalah sebuah anugerah warisan besar yang harus dijaga dan dilestarikan. Karena kebudayaan bangsa merupakan bagian dari wawasan serta warisan dari para leluhur nusantara. Dengan alasan tersebut, melindungi kebudayaan nasional dan mencegah terjadinya klaim budaya adalah hak dan kewajiban kita sebagai warga negara Indonesia. Pengklaiman budaya oleh bangsa asing menjadi ancaman bagi bangsa Indonesia. Dari peristiwa seperti itu pada beberapa tahun kebelakang kemarinlah pertahanan nasional kita ini diuji dan juga harus mampu mewujudkan tujuannya untuk menjaga, mempertahankan, dan menjamin kelangsungan hidup bangsa dan negara.

   Pemerintah Indonesia melalui Departemen Kebudayaan dan Pariwisata seharusnya sudah membuat database yang berisi tentang semua jenis macam kebudayaan yang berasal dari Indonesia disertai dengan daerah asalnya. Kegiatan ini tentunya harus didahului dengan identifikasi atas kebudayaan-kebudayaan yang dimiliki bangsa Indonesia. Setelah berhasil didentifikasi tanpa ada yang terlewat maka database ini akan menjadi sangat bermanfaat, selain untuk mempermudah rakyat dalam mencari informasi dan melihat kebudayaan yang kita miliki, database ini kemudian juga akan bermanfaat sebagai alat bukti ketika ada pengklaiman budaya. Di era globalisasi dan modern sekarang ini, Konsep conserve and exhibition (lestarikan dan pamerkan) di Indonesia selama ini hanya berlaku dan dilaksanakan untuk orang - orang tua, setidaknya juga harus ditanamkan kepada para pemuda sehingga penyakit lemah budaya yang ada pada jiwa - jiwa muda bangsa indonesia yang merasa lebih keren jika mendengarkan dan mempelajari musik modern daripada musik gamelan bisa disembuhkan dan dapat tersadarkan akan keindahan budaya lokal dan rasa tanggung jawab sebagai generasi penerus budaya bangsa. Selain itu dengan conserve and exhibition yang ketat ini akan semakin menunjukkan dan memberikan isyarat kepada dunia internasional bahwa kebudayaan ini adalah milik kita, dan jangan coba - coba klaim kebudayaan kami.


    Berkaca dari kasus yang menyangkut salah satu kesenian dari Jawa Timur yaitu Reog Ponorogo sempat menjadi perdebatan kepemilikan dengan pihak Malaysia, yang menghebohkan waktu itu dan berdampak pada terjadinya berbagai demonstrasi di Indonesia. Salah satunya yaitu demonstrasi yang dilakukan di depan kedubes malaysia oleh para “warok” dan para budayawan reog ponorogo yang tidak terima dengan pengklaiman Malaysia atas Reog Ponorogo dengan nama Barongan. Kasus ini cukup menarik perhatian dari berbagai pihak dan masyarakat, khususnya dari pemerintah kabupaten Ponorogo yang tidak terima dengan pengklaiman tersebut. Karena pemerintah kabupaten Ponorogo sebenarnya telah mendaftarkan tarian reog ponorogo sebagai hak cipta milik Kabupaten Ponorogo yang tercatat dengan nomor 026377 tertanggal 11 Februari 2004 dan disaksikan langsung oleh Menteri Hukum dan HAM RI. Konon awal mulanya isu ini, kesenian Reog Ponorogo dibawa oleh TKI yang bekerja di Malaysia yang sering mengadakan pertunjukan tarian Reog Ponorogo untuk memperkenalkan kebudayaan Indonesia tetapi aparat polisi Malaysia memberikan syarat jika reog tetap ingin dimainkan maka namanya harus diubah menjadi “Singa Barongan UMNO”. Ini seharusnya menjadi bahan evaluasi, bahwa dunia internasional belum mengetahui kepemilikan budaya Indonesia. Hal ini terjadi juga karena  kurangnya sarana untuk menampilkan budaya asli Indonesia kepada masyarakat dunia.

   Jadi, untuk mendukung sebuah ketahanan nasional kita harus bisa menjaga budaya itu dan melestarikan budaya itu sendiri agar tidak punah dan di ambil negara lain. Hasil karya seorang seniman tak akan hilang tetapi hanya terabaikan, sebagai generasi muda kita harus menghargai Sosial ,Kesenian, dan Budaya yang ada di Indonesia. Ditengah era globalisasi dan serba modern seperti sekarang ini, sebagai seorang mahasiswa kita sebenarnya dapat melakukan langkah kecil dengan dapat memanfaatkan teknologi informasi yang semakin berkembang pesat ini untuk mempertahankan budaya kita. Perkembangan teknologi informasi seperti internet, handphone, radio maupun televisi, merupakan sarana yang paling efektif dalam upaya pengenalan seluruh budaya Indonesia pada masyarakat luas khususnya pelajar dan juga anak-anak. Atau dengan secara langsung melestarikan budaya Indonesia dengan mempelajari dan menampilkannya di khalayak publik baik dari seni tari, musik, pakaian,dll. Itu penting agar dapat berfungsi lebih luas tidak hanya sekadar warisan ataupun adat istiadat masyarakat Indonesia yang dirayakan ataupun dilaksanakan pada saat peringatan hari-hari nasional saja. Budaya nasional harus menjadi bagian dari aset Bangsa Indonesia yang harusnya dapat mendatangkan pendapatan bagi masyarakat dan negara. Tentunya perlu ada suatu kesadaran secara nasional dan dilaksanakan oleh seluruh masyarakat Indonesia pada semua aspek kehidupan bermasyarakat dan bernegara.



DAFTAR PUSTAKA
1. Setiawan, Rian. 2016. Ketahanan Nasional di Bidang Sosial Budaya. Diambil dari : http://ryansetiawan96.blogspot.com/2016/10/ketahanan-nasional-di-bidang-sosial.html (diakses pada Minggu, 10 Maret 2019 pukul 23.01 WIB)
2. Mulyani, Eva. 2016. PENGARUH KLAIM BUDAYA INDONESIA OLEH MALAYSIA TERHADAP KEBIJAKAN KEBUDAYAAN NASIONAL INDONESIA. Diambil dari: http://repository.unpas.ac.id/id/eprint/13435 (diakses pada Minggu, 10 Maret 2019 pukul 23.35 WIB)
3. Kaelan. 2012. Pendidikan Kewarganegaraan untuk Perguruan Tinggi. Yogyakarta : Paradigma.