Translate

Minggu, 22 Maret 2020

TEORI SOSIOLOGI KONTEMPORER - TEORI KONFLIK


Pengantar dan Sejarah Teori
Teori konflik ialah suatu pandangan bahwa masyarakat dalam sistem sosial terdiri atas kepentingan individu maupun kelompok berbeda yang memiliki usaha untuk mengalahkan serta mengambil alih elemen lain untuk terpenuhi kepentingannya. Teori konflik ini berkaitan dengan pelaksanaan dalam fungsional struktural yang rentan terjadi konflik antar elemen karena penyalahgunaan/perebutan kekuasaan dalam sistem sosial masyarakat.
Teori ini muncul sebagai teori alternatif perkembangan terkait dominasi fungsionalisme struktural(FS), dan merupakan hasil reaksi Dahrendorf atas terjadinya konflik dalam pelaksanaan teori FS,seperti gerakan protes besar di Amerika Serikat pada 1960 yang dihubungkan dengan perjuangan hak warga terkait isu-isu sosiopolitis mencakup penyalahgunaan kekuasaan pemerintahan, birokratisasi berlebihan, dan masalah dalam industrialisasi.

Biografi Tokoh Teori
Kaitan Teori Konflik dengan pemikiran Marx yakni konflik muncul karena penguasaan sumber daya melalui kegiatan produksi yang mengontrol pihak lain. Hal ini memicu konflik antar kelas penguasa(Borjuis) dengan buruh(Proletar). Kaitan Weber, konflik muncul karena suatu kepentingan dengan penguasaan suprastruktur ideologi yang mengontrol pembuatan aturan melalui lembaga-lembaganya. Hal ini dapat mendukung kegiatan produksi berujung konflik/masalah yang memang sewajarnya terjadi dalam masyarakat.
Menurut Dahrendorf,konflik ialah kreasi individu yang penting dalam masyarakat. Coser berpendapat bahwa konflik tidak hanya mengarah pada perubahan sosial namun penguatan integrasi sosial, terciptanya kohesi, dan membantu fungsi komunikasi. Collins mengarahkan analisis konflik struktural(makro) dalam level individual(mikro) didasari kepentingan individu dengan penguasaan makro dalam sistem yang berujung menyebabkan konflik.

Asumsi Teori
Fokus/unit analisis teori konflik ialah melihat ketegangan, pertikaian, maupun konflik yang terjadi berpusat pada struktur dan institusi sosial berskala luas dalam sistem sosial. Konflik menyebabkan perubahan sosial dikarenakan kepentingan yang memperebutkan kekuasaan. Teori konflik ialah alternatif dari teori fungsional struktural(FS) yang sangat mengedepankan keteraturan dalam masyarakat. Berbeda dengan FS dalam perspektif teori konflik, tidak selamanya di dalam masyarakat akan tunduk dan berada pada keteraturan. Pasti akan ada pihak-pihak tertentu yang memiliki keinginan untuk menguasai(mendominasi) pihak lain. Dampaknya yakni menyebabkan konflik karena adanya dominasi, koersi(paksaan), serta kekuasaan dalam masyarakat. Teori konflik juga membahas mengenai perbedaan otoritas yang kemudian melahirkan adanya superordinasi dan subordinasi.


Isi Teori
I. Masyarakat sebagai arena konflik/kompetisi sosial
Dalam teori konflik, konflik memang sewajarnya terjadi dalam berbagai sektor menyangkut sistem sosial dan kehidupan masyarakat. Dengan adanya masalah/konflik yang terjadi dalam masyarakat, akan menciptakan persaingan/kompetisi yang membuat tiap kelompok mengejar kepentingannya masing-masing. Dalam mengejar tujuan atau kepentingannya tersebut pasti dilakukan dengan cara-cara tertentu agar bisa mendapatkan kekuasaan, serta ketenangan sosial jika ia berhasil mendominasi kelompok lain secara temporer. Perlu disadari, dengan adanya konflik dalam masyarakat dapat menyebabkan perubahan sosial dan juga perkembangan di dalamnya.

II. Dominasi/Legitimasi
Terjadinya dominasi dalam beberapa kelompok sosial dapat membuat kelompok yang dominan tersebut untuk mengembangkan dengan lebih baik kelompok-kelompok sosial yang lebih koheren, yaitu terikat bersama oleh jaringan komunikasi yang ruwet daripada kelas sosial subordinat. Perbedaan antara kelas sosial bersifat cukup jauh dalam akses-akses pengendalian sistem budaya. Yaitu, kelas sosial atas dapat mengembangkan simbol yang sangat diartikulasi dan sistem ideologis yang mereka paksakan pada kelas sosial yang lebih rendah. Sementara di kelas sosial bawah terlegitimasi oleh sistem ideologis dari kelompok kelas atas yang mendominasi, yang bersifat koersif(paksaan) karena kelas sosial bawah sistem simbolnya kurang berkembang sehingga tidak punya kontrol yang lebih.

III. Konflik Kelas Masyarakat Modern
Konflik kelas masyarakat modern terjadi disebabkan karena adanya perbedaan kepentingan antar individu maupun kelompok berbentuk perebutan kekuasaan, jabatan, kehormatan dan lain-lain. Konflik antar kelas sosial biasanya terjadi pada kelas bawah(buruh) dan atas(majikan) di dalam struktur masyarakat industri. Kelas bawah(buruh) menuntut perbaikan upah/gaji kepada pemerintah maupun perusahaan adalah salah satu wujud konflik antar golongan. Upah kelas bawah yang kecil dianggap memunculkan isu ketidakadilan, ketimpangan sosial, dsb yang jika tak terseimbangkan akan terjadi ketegangan hubungan produksi dalam sistem produksi kapitalis antara kelas bawah(buruh) dengan atas(majikan,penguasa) berujung gerakan sosial yang besar, yaitu sebuah revolusi yang bisa berupa aksi massa yang terkoordinir oleh kelas bawah.

IV. Konflik Fungsional
Coser mengungkapkan bahwa konflik dapat bersifat fungsional(baik) dan juga disfungsional(perpecahan) untuk hubungan dan struktur-struktur yang tidak terangkum dalam sistem sosial sebagai suatu kompleksitas. Ia berpendapat bahwa konflik bisa merubah bentuk interaksi. Proposisi pengadu-dombaan dapat diterima penguasa, menunjukkan hubungan dominasi serta konflik kepentingan, pihak dominan dan penguasa akan meraih keuntungan dari suasana konflik yang terjadi. Konflik yang terjadi dapat dipandang fungsional positif jika konflik tersebut bersifat konstruktif yakni dapat memperkuat kelompok dan sebaliknya memiliki fungsional negatif jika konflik itu bergerak melawan struktur. Karena konflik secara positif dapat meredakan ketegangan yang ada dalam kelompok yang meyakinkan integritas kelompok disebabkan oleh peningkatan interaksi dan juga keseimbangan.

V. Konflik Formal/Informal
Konflik ini dapat terjadi di lingkungan organisasi formal maupun informal. Konflik formal/informal ini dapat disebabkan oleh faktor internal yaitu diantaranya kesalahpahaman antar individu/kelompok, perbedaan kepentingan/pendapat, pihak tertentu yang telah mengalami kerugian,dll. Selain itu konflik juga bisa terjadi oleh faktor eksternal, misalnya konflik terjadi karena dipanasi oleh pihak lain diluar organisasi tertentu secara sengaja ataupun tidak. Hal ini bisa dilakukan dengan jalan mengadu-domba antara pihak-pihak yang terlibat konflik tersebut. Dalam organisasi sulit membedakan antara persaingan sehat dengan konflik. Sebab persaingan meskipun disebut sehat, pada hakekatnya ialah konflik juga. Hanya dalam persaingan sehat justru harus memunculkan efek positif, yakni pihak-pihak yang bersaing diharap berlaku jujur dan adil.

Aplikasi Teori
Saya membahas konflik transportasi online dengan transportasi konvensional sebagai contoh konflik masyarakat modern. Dengan kemajuan teknologi, masyarakat diberikan kemudahan memakai jasa transportasi. Sifat masyarakat modern yang ingin serba instan, beragam promosi, kenyamanan dan keamanan yang ditawarkan jasa transportasi online menjadi kelebihan yang mempengaruhi minat masyarakat juga mendukung penggunaan transportasi online. Dalam hal ini, perusahaan transportasi online memiliki kelebihan sumber daya yakni penguasaan teknologi yang tidak dimiliki pihak konvensional.
Seiring meningkatnya pelanggan transportasi online, maka penumpang yang biasanya naik transportasi konvensional akan menurun karena terjadi konflik dikarenakan tidak ingin kehilangan target pasar sampai perebutan penumpang. Konflik berlanjut sampai terjadi kekerasan dan menimbulkan korban juga. Contoh konflik ini sesuai dengan teori konflik oleh Coser, mengenai penyebab konflik. Konflik terjadi ketika individu merasa dilanggar haknya dan akhirnya menjadi mempertanyakan legitimasi yang ada. Ketidakadilan dirasakan oleh supir transportasi konvensional. Demonstrasi muncul dimana-mana, dan pemerintah akhirnya membuat aturan mengenai larangan tempat penjemputan penumpang bagi transportasi online dan konvensional. Konflik ini termasuk dalam konflik realistik, karena memperebutkan sesuatu yang konkret atau material yaitu sumber ekonomi. Konflik ini juga bisa disebut sebagai konflik yang fungsional, sesuai dengan pemikiran Coser tentang fungsi positif konflik yakni meningkatkan kemampuan adaptif dalam suatu sistem. Yang terjadi ialah dalam masing-masing kedua pihak transportasi online dan konvensional terjadi solidaritas antar masing-masing kelompok.

Referensi :
-           Martono, Nanang. 2014. Sosiologi Perubahan Sosial Perspektif Klasik, Modern,Posmodern, dan Poskolonial. Jakarta: Rajawali Pers
-           Ritzer, George. 2011. Teori Sosiologi dari Sosiologi Klasik Sampai Perkembangan Terakhir Postmodern. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
-           Syawaludin, Mohammad. 2014. Memaknai Konflik dalam Perspektif Sosiologi
Melalui Pendekatan Konflik Fungsional
http://jurnal.radenfatah.ac.id/index.php/tamaddun/article/view/136/121 (diakses pada Jumat, 1 November 2019, pukul 16.24 WIB)

Senin, 02 Maret 2020

TEORI SOSIOLOGI KONTEMPORER - FUNGSIONALISME STRUKTURAL




Pengantar dan sejarah Teori
Teori struktural fungsional merupakan teori yang menekankan suatu sistem oleh masyarakat yang berintegrasi dan mempunyai struktur yang terdiri dari banyak lembaga yang memiliki fungsinya tersendiri. Kecenderungan dalam masyarakat tersebut menciptakan suatu konsensus dan keteraturan sosial diantara anggotanya yang berkontribusi menjalankan fungsi dan statusnya dalam masyarakat. Keseluruhan bagian tersebut akan saling beradaptasi terhadap perubahan internal maupun eksternal dari masyarakat. Pasca Perang Dunia II, fungsionalisme struktural berkuasa selama berupuluh tahun sebagai suatu paradigma di dalam sosiologi Amerika Serikat kontemporer.  Hal ini dipicu oleh teori Parsons yang dinilai optimis. Di masa itu, Parsons mengungkapkan suatu keyakinan yang optimis terhadap perubahan dan keberlangsungan sistem.

Biografi Tokoh Teori


Penekanan Auguste Comte yang terkait fungsional struktural dalam kajian utamanya yakni aspek keteraturan (statis) serta perkembangan masyarakat (dinamis). Penekanannya terlihat pada kebutuhan adanya keteraturan sosial. Sedangkan penekanan Durkheim lebih kepada aspek persatuan (integrasi) atau solidaritas (kesadaran kolektif) serta konsep anomie yang menggambarkan kegagalan masyarakat dalam mempertahankan integrasi dan solidaritasnya dalam masyarakat. Talcott Parsons lahir pada 1902 di Colorado Springs, Colorado.


Talcott Parsons menjadi instruktur di Harvard tahun 1927, berpindah jurusan dan menetap sampai akhir hayatnya tahun 1979. Sementara Robert Merton lahir pada 4 Juli 1910 di Philadelphia, Pennsylvania, Amerika Serikat. Merton merupakan salah satu mahasiswa dari Parsons disaat memulai karir mengajarnya di Harvard.

Asumsi Teori
Fokus/unit analisis fungsional struktural yaitu menekankan pada fakta sosial. Karena fungsional struktural ada dalam paradigma fakta sosial dan teorinya berlevel makro yang memperhatikan struktur dan lembaga sosial berskala besar. Fakta sosial merupakan cara bertindak, berpikir, dan merasa yang ada di luar individu dan bersifat memaksa serta terbentuk karena adanya pola dalam masyarakat. Dalam struktur sosial terdapat beberapa sifat fakta sosial yakni : umum (general) yang fakta sosialnya merupakan milik bersama dan tersebar luas; eksternal yang fakta sosialnya berada diluar pertimbangan-pertimbangan seseorang dan telah ada begitu saja; dan memaksa (koersif) yang mempunyai kekuatan menekan dan memaksa individu untuk menerima dan melaksanakannya.




Isi Teori
I. Masyarakat sebagai Sistem Konsensus dan Keseimbangan Sosial
Demi terciptanya sistem konsensus dan terjaganya keseimbangan sosial, Masyarakat dapat dilihat dari sistem keseluruhan struktur dan setiap bagian terintegrasi menjadi satu. Setiap bagian punya peran dan fungsi yang berbeda namun saling berkaitan, menciptakan konsensus dan keterkaitan sosial. keseluruhan bagian akan saling beradaptasi, baik itu terhadap perubahan internal maupun eksternal masyarakat. Konsesusyang terlaksana menghasilkan sebuah keteraturan sosial, struktur berjalan sesuai dengan fungsi yang terintegrasi dalam sistem, sehingga terciptanya keseimbangan sosial dalam masyarakat.

II. Analisis dan Syarat Fungsional Masyarakat
Dalam menjalankan fungsi sistem masyarakat, diperlukan syarat fungsional masyarakat dalam sistem. Berikut ialah skema AGIL sebagai persyaratan fungsional masyarakat serta penjelasan analisisnya :
1. Adaptasi
Sistem harus menyesuaikan lingkungan sekitarnya dan menyesuaikan lingkungan dengan kebutuhannya terhadap berbagai situasi dan perubahan. Adaptasi berkaitan dengan nilai ekonomi, yang harus dikontrol untuk memenuhi kebutuhan sumber daya dan dapat tersalurkan ke seluruh sistem.
2. Goal Attainment
Sistem harus bisa menentukan dan mencapai tujuan utamanya. Hal ini berkaitan dengan nilai politik, yang diamanatkan untuk merealisasikan tujuan utama melalui sistem dalam masyarakat.
3. Integrasi
Sistem harus bisa mengatur hubungan antar bagian atau elemen, serta hubungan antara tiga syarat fungsional lainnya (A,G,L). Integrasi berkaitan dengan nilai hukum yang kemudian dipahami sebagai sebuah usaha pengatur dan koordinasi hubungan antar bagian elemen dan sistem dalam masyarakat.
4. Latensi (Nilai kolektif)
Sistem harus mampu membuat, dan menjaga nilai-nilai kesadaran kolektif. Latensi berkaitan dengan nilai-nilai keluarga, pendidikan, dan juga agama yang berfungsi dalam keberlangsungan hidup masyarakat melalui proses sosialisasi, institusionalisasi, dan juga internalisasi.

III. Fungsional/Disfungsional
Suatu hal mampu disebut fungsional/disfungsional berdasarkan pada tindakan sosial yang ada. Parson berpendapat, Seluruh struktur sosial yang mempunyai fungsi positif (fungsional) bagi sistem akan menghasilkan keteraturan sosial. Tetapi hal ini ditolak oleh Merton. Menurutnya, tidak semua struktur sosial berfungsi positif, ada yang berfungsi negatif (disfungsional) yang menghasilkan deviasi atau penyimpangan. Adanya fungsional/disfungsional bertujuan untuk mengintegrasikan seseorang kedalam sistem masyarakat, supaya dapat menyesuaikan aturan dan dapat diterima oleh keseluruhan masyarakat.

IV. Teori Tindakan Sosial
Tindakan sosial takkan pernah lepas dari struktur sosial. Sistem Tindakan tersusun dalam dua cara yaitu:lewat “Arus Informasi” yaitu sistem budaya mengontrol sistem-sistem dibawahnya; dan lewat “Arus Energi” yaitu sistem perilaku memperkuat sistem-sistem diatasnya. Sistem tindakan sosial terbagi menjadi 4 sistem, yaitu:
1. Sistem Budaya
Berpegang teguh pada adanya nilai/tradisi dalam masyarakat, memediasi interaksi antar manusia dan mengintegrasikan sistem sosial dalam bentuk norma, nilai dan kepribadian (diinternalisasi). Sistem budaya mempengaruhi sistem secara kompleks melalui sosialisasi,institusionalisasi,dan internalisasi.
2. Sistem Sosial
Mengajarkan individu yang akan melakukan tindakan, untuk berdasarkan pada aturan dalam masyarakat. Penekanan Parsons lebih pada “Status dan Peran” yang ditempati dan dilakukan oleh individu atau institusi sosial dalam masyarakat, utamanya nilai signifikasi dalam sistem yang lebih luas.
3. Sistem Kepribadian
Menekankan pada tindakan hal penampilan. Sistem ini dikendalikan oleh sistem budaya dan sistem sosial. Sistem kepribadian merupakan serangkaian sistem orientasi dan motivasi,yang berpengaruh dalam penentuan tindakan sosial individu.
4. Sistem Perilaku
Lebih berpegang teguh pada tindakan apa yang boleh dilakukan dan yang tidak boleh dilakukan dalam masyarakat. Penekanan Parsons hanya dalam aspek karakter perilaku individu yang terbentuk melalui proses pengondisian dan pembelajaran dalam keseharian masyarakat.

Aplikasi Teori
Sebagai contoh aplikasi teori, sistem transportasi di kota pada zaman modern serba digital. Beberapa tahun belakang, angkutan konvensional sangat tidak memadai fasilitasnya,ribet,kotor,dll. Namun masyarakat tetap perlu kebutuhan untuk pergi kemanapun dengan nyaman, aman, cepat, dan murah. Lembaga ekonomi mencoba memenuhi kebutuhan transportasi umum dengan memanfaatkan kecanggihan teknologi modern.
Perusahaan berusaha menyediakan transportasi online seperti ojek online,dan taxi online sebagai angkutan umum. Karena cara mendapatkannya secara instan, dan penggunaannya sesuai kebutuhan pelanggan. Hasilnya kebutuhannya terpenuhi untuk sampai tempat tujuan, Perusahaan sebagai lembaga ekonomi mendapat keuntungan. Hal ini dapat dikatakan bahwa lembaga ekonomi telah fungsional, melaksanakan perannya dengan baik karena memenuhi kebutuhan masyarakat melalui jasa yang ditawarkan.
Beberapa tahun terakhir dampak negatif muncul, yaitu ketegangan-ketegangan di masyarakat,karena pihak angkutan konvensional (ojek pangkalan,angkot,becak,dll) unjuk rasa dikarenakan kehilangan pelanggan dan merugi atas hadirnya transportasi online. Adanya ketegangan masyarakat tersebut, lembaga politik melalui pemerintah mengambil langkah penyesuaian(adaptasi) dengan membuat aturan mengenai larangan tempat penjemputan penumpang. Transportasi online tidak boleh mengambil penumpang dibeberapa area penjemputan angkutan konvensional, seperti terminal, stasiun,bandara,dll. Hal ini pemerintah sebagai lembaga politik dinilai fungsional, karena menjalankan fungsinya dengan mengatur keseimbangan sosial dalam masyarakat melalui hak dan wewenangnya. Adanya aturan ini, membuat pengusaha transportasi online,masyarakat, dan angkutan konvensional untung serta keseimbangan dapat terkontrol.